Polisi Periksa Kasus Pengeroyokan Satgas Partai Nasional Aceh
Menurut Sunarya, seharusnya sebagai caleg tidak perlu mencari simpati warga dengan cara kekerasan sehingga suasana damai bisa terusik.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SIGLI - Masa tenang menjelang hari pencoblosan pemilu legislatif di Pidie terusik aksi pengeroyokan tiga Satgas Partai Nasional Aceh (PNA) oleh massa bersenjata kayu di Gampong Blang Malou, Kecamatan Tangse, Minggu (6/4/2014) sekitar pukul 15.45 WIB.
Insiden itu terjadi ketika Satgas PNA Pidie yang menggunakan tiga mobil dan 15 sepeda motor pulang membersihkan alat peraga kampanye PNA di wilayah Tangse.
Dampak insiden itu seorang Satgas PNA bernama Asmadi Jailani (35), warga Gampong Kramat Luar, Kecamatan Kota Sigli dirawat di Puskesmas Tangse karena luka-luka. Sedangkan dua rekannya, Putra (30) warga Gampong Bluek, Kecamatan Indrajaya dan Mahdi (35) warga Gampong Tuha Lala, Kecamatan Mila luka-luka ringan akibat lemparan batu di jalan Beureunuen-Keumala, tepatnya di Gampong Tunong, Kecamatan Keumala.
Menanggapi kasus pengeroyokan Satgas PNA tersebut, Kapolres Pidie, AKBP Sunarya SIK, kepada Serambi (Tribunnews.com Network), Senin (7/4/2014) mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi korban (Satgas PNA), pemicu kejadian tersebut adalah seorang oknum anggota DPRK Pidie berinisial S.
"Oknum anggota DPRK tersebut bisa mengarah kepada tersangka. Namun itu kan hasil pemeriksaan sementara penyidik. Kita juga akan mencari bukti lain, termasuk memeriksa oknum DPRK Pidie yang juga caleg tersebut," kata Sunarya.
Menurut Sunarya, seharusnya sebagai caleg tidak perlu mencari simpati warga dengan cara kekerasan maupun provokasi sehingga suasana damai bisa terusik.
"Saya bersama Pak Dandim telah berulang kali meminta semua elemen masyarakat menjaga damai di Pidie. Mereka harus mampu menahan diri, agar tidak memancing suasana," kata AKBP Sunarya.
Samsul Bahri, anggota DPRK Pidie yang juga caleg dari Partai Aceh (PA) secara tegas membantah tudingan yang menyebut dia memprovokasi massa untuk menyerang Satgas PNA.
"Sebaliknya saya yang melerai bentrok masyarakat dengan Satgas PNA. Kalau tidak ada saya yang melerai, kemungkinan Satgas PNA telah dipukul masyarakat. Saya ini anggota dewan tidak mungkin melakukan perbuatan itu (memprovokasi massa melalui mikrofon masjid). Saya komit menjaga perdamaian," kata Samsul menjawab Serambi, Senin (7/4/2014).
Menurut Samsul, masyarakat mengejar Satgas PNA dari Gampong Blang Pandak karena masyarakat trauma melihat Satgas PNA berseragam loreng. Seharusnya, kata Samsul, jika untuk menurunkan atribut kampanye, kenapa harus pergi seperti pasukan lengkap dengan seragam loreng saat masa tenang.
"Saya rasa mereka cukup memerintahkan kadernya menurunkan atribut partai, tidak perlu datang pakai seragam. Saya menilai kejadian itu mereka yang memulainya dengan pergi ke kampung memakai baju loreng," kata Samsul.
Beberapa masyarakat Blang Pandak yang menghubungi Serambi, kemarin, menjelaskan, Samsul Bahri tidak terlibat dalam kejadian mengejar Satgas PNA.
"Samsul hanya melerai saat warga yang nyaris bentrok dengan Satgas PNA. Saat itu, sebagian warga pakai parang," kata warga yang minta namanya tidak ditulis. (naz)