MK Diminta Batalkan Kemenangan Ridho-Bakhtiar dalam Pilgub Lampung
Kemenangan Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung digugat keabsahannya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sengketa hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung 2014, akhirnya disidangkan secara perdana di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat No 6, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fadlil Sumadi yang beranggotakan Aswanto dan Wahidudin Adam itu, mengagendakan pembacaan gugatan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut tiga, yakni Herman Hasanusi dan Zainudin Hasan (Manzada).
Pasangan tersebut, menggugat keikutsertaan dan kemenangan pasangan cagub dan cawagub nomor urut dua, Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri (Ridho Berbakti), dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lampung yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, 9 April 2014.
Secara prosedural, kuasa hukum Manzada yang diwakili Agus Bhakti Nugroho memohon MK membatalkan Berita Acara Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung Nomor: 35/BA/IV/2014 Tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilkada di tingkat Provinsi KPU tertanggal 17 April 2014.
"Kami juga memohon, agar Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung Nomor 48/Kpts/KPU-Prov-008/2014 Tentang Penetapan Pasangan Cagub dan Cawagub Terpilih dibatalkan," kata Agus.
Hadiah Rp 8 Miliar
Dalam persidangan tersebut, Agus menuturkan terdapat sejumlah alasan kuat untuk menganulir keikutsertaan dan kemenangan pasangan Ridho Berbakti.
Ia mengatakan, pasangan tersebut diduga mendapat alokasi dana senilai Rp 8 miliar dari Sugar Group Companies (SGC) untuk menggelar berbagai acara hiburan berikut hadiah guna memengaruhi sikap masyarakat.
"Perlu diketahui, Ridho Ficardo merupakan anak kandung Fauzi Toha yang menjabat sebagai Site Director SGC. Jumlah dana itu, melebihi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomo 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah," terang Agus.
Pasal 65 ayat 3 PP itu menyebutkan, setiap pasangan cagub dan cawagub tidak boleh menerima dana melebihi Rp 50 juta dari perseorangan atau Rp 350 juta dari badan hukum swasta.
Agus mengklaim, dana miliaran rupiah tersebut digunakan pasangan Ridho Berbakti untuk sejumlah kegiatan hiburan yang sebenarnya menjadi ajang kampanye terselubung.