Protes PHK IRT yang Dilakukan PT Panca Rasa Prtama Dapat Dukungan FSPMI
Para ibu rumah tangga yang diputus hubungan kerja (PHK) oleh manajemen PT Panca Rasa Pratama (PRP didukung sepenuhnya oleh FPSMI Bintan
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Wartawan Tribun Batam / Thomm Limahekin
TRIBUNNEWS.COM.TANJUNGPINANG, -Para ibu rumah tangga yang diputus hubungan kerja (PHK) oleh manajemen PT Panca Rasa Pratama (PRP) yang berlokasi di jalan DI Panjaitan Batu 8 Kota Tanjungpinang kini mulai mendapat dukungan. Aksi damai mereka selama 4 hari terakhir di depan perusahaan yang memproduksi Teh Prendjak itu mulai didukung sepenuhnya oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Bintan - Tanjungpinang provinsi Kepulauan Riau.
Parlindungan Sinurat, Ketua FSPMI Bintan, sekaligus pelaksana tugas (Plt) Pimpinan Cabang FSPMI Kota Tanjungpinang menilai manajemen PT PRP begitu arogan dan sewenang-wenang. Karena keputusan PHK tersebut dilakukan secara sepihak. PHK terhadap 14 ibu rumah tangga tersebut, tandas Parlindungan, merupakan sebuah indikasi pemberangusan serikat pekerja.
"Kami menilai manajemen PT PRP arogan dan sewenang-wenang. 'Kanada prosedur PHK seperti yang tertuang dalam undang-undang nomor 13 tahun 2013 dan nomor 2 tahun 2004. PHK secara sepihak ini merupakan sebuah indikasi pemberangusan serikat pekerja. Karena semua yang di-PHK-kan ini adalah pengurus Serikat Pekerja (union busting)," tegas Parlindungan ketika dimintai tanggapan oleh Bintannews, Rabu (4/6/2014) pagi.
Parlindungan sendiri sampai mencuatkan indikasi seperti itu karena dari laporan diterimanya, sebelum di-PHK-kan, seorang ibu sempat diintimidasi oleh personalia PT PRP. Kepada sang ibu, cerita Parlindungan, personalia tersebut mengatakan akan mem-PHK-kan semua pekerja permanen khususnya pengurus Serikat Pekerja FSPMI di perusahaan itu. Intimidasi yang sama juga sempat datang dari pengurus Serikat Pekerja sebelumnya.
"Oleh karena itu, kami meminta manajemen PT PRP untuk mempekerjakan kembali semua pengurus PUK SPAI FSPMI PT PRP. Jika tidak kami akan melakukan upaya hukum dan aksi unjuk rasa di depan PT. PRP. Kami siap mendatangkanmassadari Bintan dan Batam. Kami juga akan melakukan kampanye kepada kawan-kawan buruh dan keluarganya untuk memboikot produk Teh Prendjak agar jangan dikonsumsi. Kami juga akan berunjuk rasa ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Tanjungpinang kalau dinas salah ambil kebijakan terkait kasus ini," tandas Parlidungan lagi.
Upaya aksi yang direncana FSPMI tersebut didasarkan pada beberapa alasan. Selain terkait PHK secara pihak, Parlindungan juga mendasarkan aksi protes itu pada kebijakan pihak perusahaan memperlakukan para pekerjanya selama jam kerja.
"Perusahaan juga tidak rasional. Masa pekerja hanya boleh buang air kecil satu kali saja selama bekerja. Minum hanya boleh satu kali selama bekerja seharian? Tidak boleh sakit? Kejadian ini semua kalau ditanya atasan dan dijawab oleh si pekerja dibilang melawan? Sakit kalau atas rekomendasi dokter dan diberikan istirahat apa yang salah? Jadi kami menduga ini adalah pemberangusan serikat pekerja. Bagaimana mungkin perusahaan memproduksi makanan memperlakukan pekerja semena-mena, menindas hanya boleh minum dan buang air kecil sekali saja selama bekerja seharian?" kritik (Plt) Pimpinan Cabang FSPMI Kota Tanjungpinang membeberkan dugaan kesewenangan yang dilakukan PT PRP terhadap para pekerjanya.
Namun entah mengapa, saat dimintai keterangan, juga termasuk dugaan perlakuan manajemen perusahaan ini, hampir semua ibu rumah tangga itu malah enggan berkomentar. Mereka lebih memilih diam dan meratapi nasibnya. Kebanyakan mereka memilih duduk dan tidur-tiduran di halte, persis pada pintu keluar perusahaan.
Memang ada seorang ibu yang coba berbicara. Namun, isi ucapannya tidak lain: hanya ingin bekerja lagi seperti biasa di perusahaan itu.
"Kami tidak tahu apakah kami menerima pesangon atau tidak. Tapi yang jelas kami ingin bekerja lagi di sini," ungkap Lija Hutagaul, seorang ibu rumah tangga yang sudah 13 tahun bekerja di perusahaan itu dengan wajah memelas, Selasa (3/6) siang.
"Kalau soal gaji sama saja. Saya terima Rp 1.665.000. Orang yang baru masuk kerja pun terima seperti itu. Tapi kami mau bekerja lagi. Itu saja," tambah Lija, selalu dengan wajah murung.
Wanita berkulit terang ini mengaku sudah datang dan duduk di halte tersebut bersama 13 kawan yang lain selama 4 hari terakhir. Mereka datang pada pagi hari dan baru pulang ke rumah pada sore hari. Dengan cara itu, mereka hendak menunjukkan kepada manajemen perusahaan bahwa mereka masih ingin bekerja lagi di situ.
Namun sayang, mereka justru tidak dipedulikan. Apalagi mereka hadir tanpa suara teriakan. Sikap ini membuat hampir semua orang yang melintas di jalan umum depan PT PRP, mengetahui bahwa belasan ibu rumah rumah tangga itu tengah menunjukkan sikap protes secara harus terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Baru hari ke-4, Selasa (3/6), mereka kemudian sedikit menunjukkan kepada masyarakat umum tentang nasib mereka di perusahaan itu. Mereka hanya menuliskan sepenggal kalimat singkat dengan tulisan yang tak rapi pada beberapa lem bar kertas putih: "Tolak Di-PHK-kan. Saat itulah baru kebanyakan masyarakat, termasuk awak media tahu, bahwa mereka sedang memperjuangkan nasibnya.
"Ini bukan unjuk rasa. Kami duduk saja. Kalau unjuk rasa, kami harus lapor polisi dulu. Kami tidak tahu soal seperti itu. Tapi kami pikir, kalau kami tidak tulis, maka wartawan tak tahu. Makanya kami tulis saja. Siapa tahu, ada yang pedulikan nasib kami," ungkap seorang ibu rumah tangga lain yang enggan namanya dikorankan. (tom)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.