Serikat Tani Kubu Raya Adukan Perusahaan Sawit ke BPN dan Komnas HAM
Konflik agraria yang melibatkan petani dengan perusahaan swasta, kembali terjadi di Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik agraria yang melibatkan petani dengan perusahaan swasta, kembali terjadi di Indonesia.
Termutakhir, PT Sintang Raya (PT SR) dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), karena diduga mencaplok lahan warga Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
PT SR dilaporkan oleh Serikat Tani Kubu Raya (STKR), serta enam kepala desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) setempat, Selasa (3/5/2014).
Yunus, perwakilan STKR mengatakan, perusahaan perkebunan tersebut dilaporkan ke BPN dan Komnas HAM karena masih beraktivitas meski pengadilan tata usaha negara (PTUN) setempat telah membatalkan hak guna usaha (HGU).
"Berdasarkan gugatan rakyat, PTUN sudah mencabut HGU mereka. Putusan itu, dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Tapi hingga kini, mereka masih beroperasi di tanah warga yang mereka klaim," tutur Yunus, Kamis (4/6/2014).
Ia menjelaskan, PT SR sesuai surat HGU Nomor 04/2009 tertanggal 05 Juni 2009 diberikan lahan seluas 11.129 hektare.
Namun, kata dia, surat tersebut dibatalkan oleh putusan PTUN Pontianak No 30/6/2011/ PTUN PTK karena aktivitas pembukaan lahan untuk kebun sawit perusahaan tersebut melanggar dan menyalahi ketentuan. Putusan itu, juga dikuatkan oleh PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung RI.
Perusahaan itu, sambung Yunus, mendapat izin prinsip dari pemerintah daerah pada tahun 2003 untuk mengelola perkebunan sawit. Mereka lantas beroperasi sebelum ada pengesahan Menteri Hukum dan HAM.
"Tahun 2007, oleh kepala desa, lahan warga diserahkan kepada perusahaan dengan iming-iming PT SR bisa membuat kami sejahtera. Mereka berjanji menjadikan kami sebagai pekerja serta membangun unit usaha rakyat," terangnya.
Tapi, janji tersebut ternyata palsu. Kenyataannya, klaim Yunus, pendapatan warga justru menurun drastis setelah PT SR beroperasi.
Sebabnya, selain lahan pertanian warga dikuasai secara paksa, keberadaan perkebunan sawit merusak tanaman ladang.
"Akhirnya warga mengajukan gugatan dan berhasil menang. Tapi, setelah ada surat pembatan HGU, PT SR tetap beroperasi. Karenanya, kami mengadukan hal itu kepada BPN dan Komnas HAM," terangnya.
STKR dan pamong desa, mendatangi kantor BPN dan Komnas HAM didampingi oleh Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).
AGRA adalah organisasi massa petani, nelayan, dan masyarakat adat minoritas yang berkomitmen untuk mendesakkan program reforma agraria yang berpihak. AGRA juga merupakan organisasi payung dari STKR.
Sementar hingga berita ini diunggah, PT SR belum bisa dimintakan konfirmasi.