Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dolly Jadi Pemukiman, Jarak Jadi Kawasan Perdagangan

“Kalau arahnya untuk mal atau supermarket pasti warga sekitar tidak akan ikut terlibat,” tegasnya.

zoom-in Dolly Jadi Pemukiman, Jarak Jadi Kawasan Perdagangan
surya/Amru Muiz
aksi ratusan PSK Dolly-Jarak duduk di jalan untuk menulis surat penolakan penutupan lokalisasi, Kamis (5/6/2014) 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Yang pasti, Dolly dan Jarak nantinya akan diubah menjadi kawasan permukiman dan perdagangan.

Tepatnya, Dolly akan dikembalikan sebagai permukiman, sedangkan Jarak dikembangkan menjadi kawasan perdagangan.

“Kami bicara berdasar apa yang telah ditetapkan dalam rencana tata kota,” jelas Kabid Fisik dan Prasarana Bappeko Surabaya, Gede Dwidja Wardhana, Selasa (17/6/2014).

Penjelasan Dwija ini membantah ungkapan pihak-pihak sebelumnya, yang menyatakan lahan bekas lokalisasi akan dijadikan sentra usaha kerajinan.

“Tidak bisa (rencana tata kota) diubah begitu saja,” kata Dwidja, Selasa (17/6/2014).

Dwidja menambahkan, alih fungsi kawasan perdagangan itu diharapkan bisa mengakomodasi kepentingan ekonomi warga Jarak dan Dolly.

“Kalau arahnya untuk mal atau supermarket pasti warga sekitar tidak akan ikut terlibat,” tegasnya.

Para pemilik wisma memastikan, layanan di wisma akan tetap berjalan, baik saat deklarasi maupun setelahnya.

“Kami akan tetap buka seperti biasa”, jelas Rawat, pemilik wisma.

Hanya saja, dari empat wisma yang dikelolanya, satu di antaranya terpaksa ditutup. Alasannya, ada dua PSK yang pensiun dan pulang kampung.

“Dengan kondisi seperti ini, jelas pemasukan dan pengeluaran bedanya tipis sekali. Nah, saya terpaksa tutup satu, untuk menekan biaya operasional yang tinggi,” ujar pria asal Malang itu.

Dia berharap, pengunjung Dolly tidak terpengaruh dengan isu penutupan.

Bapak empat anak itu mengatakan akan tetap membuka wisma karena kasihan dengan 100-an anak buahnya yang menggantungkan hidup di wisma miliknya.

Rawat memiliki sekitar 40 PSK dan sisanya pembantu dan karyawan.

”Kalau tutup, bagaimana nasib mereka? Siapa yang mau menanggung hidup mereka? Mereka kan butuh uang. Ya meskipun jumlah pengunjung terus menurun, saya tetap sebisa mungkin bertahan. Kasihan mereka kalau tidak kerja, mereka pasti gagal bayar kebutuhan hidup keluarga,” tukas Rawat. (idl/ben/aru/ook/uji)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas