Penghasilan Mucikari Rp 8 Juta Perbulan, Pemkot Surabaya Cuma Ganti Rp 3 Juta
“Coba bandingkan dengan penghasilan yang mereka peroleh, rata-rata sampai delapan juta per bulan,” imbuh Johan.
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pemberian uang santunan bagi pemilik wisma Dolly sangat tidka memnuhi syarat.
Pernyataan Andre itu dibenarkan Johantoro (46), ketua PPL Dolly sekaligus pemilik satu wisma.
Menurut Johantoro, dari 48 wisma, hanya satu yang menyatakan siap berhenti beroperasi.
Pemilik 47 wisma lainnya merasa tak pernah diajak bicara secara langsung oleh pemkot.
“Saya tidak pernah diajak bicara langsung sama Pemkot,” kata Johan, sapaan akrab Johantoro.
Johan menyebut kompensasi yang ditawarkan pemkot untuk menutup wisma tidak masuk akal.
Uang pesangon sebesar Rp 3 juta hingga Rp 5 juta tidak sebanding dengan pendapatan mereka setiap bulan.
“Coba bandingkan dengan penghasilan yang mereka peroleh, rata-rata sampai delapan juta per bulan,” imbuh Johan.
Wisma yang dikelola Johan dihuni 10 PSK dari berbagai daerah, seperti Ponorogo, Banyuwangi, hingga Jawa Barat.
Para PSK, kata Johan, kerap mengungkapkan kecemasan. Tawaran berbagai pelatihan keterampilan kerja dari pemkot, lanjutnya, dianggap sama sekali tidak akan bermanfaat.
“Pelatihan dua tiga hari itu bisa untuk apa? Pemerintah juga tidak bisa memastikan bahwa usai dilatih membuat produk, apakah kemudian ada pasarnya. Seperti di lokalisasi lain yang sudah ditutup, produk keset PSK cuma ditumpuk, karena tidak laku dijual,” pungkasnya.
Pemilik wisma lainnya, Ani juga mengaku hingga saat ini sama sekali tidak ada negosiasi dengan pemkot.
Begitupun dengan dana kompensasi yang disediakan Kementerian Sosial (Kemensos) dan Pemprov Jatim untuk para mucikari dan PSK.
“Saya tidak tahu ada dana itu. Kalaupun ada, kami akan tetap menolak dana kompensasi itu. Yang jelas, kami masih menolak rencana penutupan lokalisasi ini,” tegas Ani. (ben)