Tujuh Lokalisasi di Kabupaten Malang Ditutup November
"Tahun ini, di tujuh titik lokalisasi akan ditutup secara permanen dan sekaligus dibubarkan sebagai hadiah ulang tahun Kabupaten Malang," tegas Abdul
TRIBUNNEWS.MALANG- Tujuh lokalisasi di Kabupaten Malang akan ditutup pada November mendatang.
Keputusan yang disosialisasikan ke pengelola lokalisasi yaitu mucikari itu disampaikan Sekda Kabupaten Malang, Abdul Malik, Jumat (11/7/2014). Tidak ada penolakan dari tujuh pengelolanya yang datang di kegiatan itu.
"Tahun ini, di tujuh titik lokalisasi akan ditutup secara permanen dan sekaligus dibubarkan sebagai hadiah ulang tahun Kabupaten Malang," tegas Abdul Malik dalam silahturahmi dengan pengelola lokalisasi di ruang rapat lantai 2 gedung Setda di Kepanjen.
Tujuh lokalisasi itu adalah Suko (Kecamatan Sumberpucung), Kebobang (Kecamatan Wonosari), Slorok (Kromengan), Girun (Kecataman Gondanglegi), Kalikudu (Kecamatan Pujon), Embong Miring (Kecamatan Ngantang) dan Sendangbiru (Kecamatan Sumbermanjing Wetan).
Menurut Abdul Malik, langkah itu sudah melewati pertimbangan yang sangat panjang. Sebab pada 12 tahun lalu sudah ada instruksi Bupati Malang pada 2002 dan kemudian ditindaklanjuti lagi dengan keputusan Bupati Malang pada 2004.
Kemudian ada lagi surat Gubernur Jawa Timur pada 28 April 2014 nomer 460/7705/031/2014 perihal penanganan dan pasca penutupan lokalisasi di Jawa Timur kepada kepala daerah.
"Kami berharap pernghuni lokalisasi mentaati peraturan yang sudah ada," tutur sekda.
Karena itu, ia meminta kepada pengelola untuk tidak menerima PSK (pekerja seks komersial) setelah usai Lebaran karena sudah mulai berproses.
"Kalau bisa, pada awal November sudah mulai tidak operasional," ungkap sekda. Untuk itu, Pemkab Malang mengharapkan kerjasama dengan pengelola untuk tidak mempekerjakan mereka lagi.
"Sehingga mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih diridhoi Allah. Sebab pekerjaan itu juga dilarang oleh semua agama," tuturnya.
Kabupaten Malang juga tidak pernah memberikan izin terhadap lokalisasi itu.
Data sementara jumlah PSK yang ada di tujuh lokalisasi sekitar 400-an orang dengan mucikari sebanyak 87 orang mucikari.
Iwan dari pokja Kebobang di acara itu mengharapkan agar penanganan penutupan lokalisasi itu menguntungkan PSK dan orang lain yang mencari rezeki di tempat itu.
"Sebelum ditutup, harap dicarikan pekerjaan dulu. Sebab PSK memiliki anak dan keluarga. Sementara mereka sudah ditinggal suami. Sehingga perlu pendapatan Rp 500.000 sampai Rp 700.000 per bulan untuk anak mereka," tutur S Kasiadi dari Pokja Kebobang.
Sedang Faturahman, pengelola di Pujon meminta dikaji dulu sebelum ditutup.
Namun soal kajian itu kata sekda, sudah melalui proses panjang bertahun-tahun dengan adanya peraturan di Kabupaten Malang.
"Di Kabupaten Malang beda dengan Dolly yang memang dilegalkan. Tapi di Kabupaten Malang kan sudah ada larangan operasional itu," jawab Sekda kepada Faturahman.
Pengakuan Faturahman di forum itu, para PSK datang sendiri tanpa diminta setelah mendapat masalah di rumah tangga mereka, seperti disakiti oleh suaminya.
"Seorang wanita tidak akan pernah bercita-cita jadi PSK. Entah takdir atau karena tidak memiliki kemampuan lain, maka mereka menjadi seperti itu," tutur Faturahman.
Karena banyak yang datang sendiri ke lokalisasi, ujar Sekda, jika pengelola tidak mau menerima mereka, maka lokalisasi juga tidak ada berkembang.