Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jadi Pusat Perkembangan Lukisan Tradisional

"Sudah lumrah. Kalau lukisan tradisional, pasti dikatakan lukisan style Batuan. Sebab di sinilah lukisan seperti itu berkembang," ujar Dana saat ditem

zoom-in Jadi Pusat Perkembangan Lukisan Tradisional
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Pengunjung melihat lukisan pada Pameran Seni Rupa di ruang Seni Rupa Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulsel, Sabtu (14/6). Sebanyak 33 lukisan dengan Tema Bibir Tersandung Bunga dan Ikan karya mahasiswi Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) yakni Sriyanti, Sulpiah dan Wahyuni. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR 

TRIBUNNEWS.COM,DENPASAR -  Lukisan tradisional Bali berkembang di Desa Batuan.

Hingga saat ini hasil lukisan yang menggambarkan keadaan Bali tempoe doeloe yang dikerjakan perupa Banjar Tengah, Desa Adat Singapadu dikenal dengan sebutan lukisan style Batuan.

I Ketut Dana, seorang pelukis Banjar Tengah mengatakan, sebagian besar warganya bekerja menjadi pelukis.

Pekerjaan tersebut sudah digeluti saat zaman kolonial Belanda. Kuatnya tradisi melukis gaya Bali tempoe doeloe setiap lukisan tradisional di Bali diidentifikasi sebagai style Batuan.

"Sudah lumrah. Kalau lukisan tradisional, pasti dikatakan lukisan style Batuan. Sebab di sinilah lukisan seperti itu berkembang," ujar Dana saat ditemui di warungnya.

Lukisan telah menjadi bahan bakar warga Banjar Tengah untuk mengepulkan asap di dapurnya.

Meski demikian, kata Dana, menurunnya jumlah generasi pelukis tidak bisa dibendung.

Berita Rekomendasi

"Saat ini generasi mudah cenderung memilih pekerjaan di sektor pariwisata dan menjadi perajin ukiran khas Bali," ungkapnya.

Kelian Dinas setempat, I Nyoman Sukarta mengatakan dari tahun 1999 para pelukis di Banjar Tengah, Desa Batuan pada umumnya sudah tidak lagi diperbolehkan menjajakan lukisannya di depan Pura Desa.

Padahal setiap hari wisatawan selalu memadati pura tersebut.

 "Itu demi kenyamanan wisatawan," ujarnya.

Larangan tersebut tidak dipermasalahkan. Bahkan disambut baik oleh para perupa. Sejak tidak ada pedagang acung yang berkeliaran di sana, kian tahun kedatangan wisatawan selalu menunjukkan peningkatan.

"Mereka (pelukis) tidak mempermasalahkan larangan. Sebab sejak itu pemasukan desa pakraman semakin besar," sambung Kelian Tempekan Banjar Tengah, I Nyoman Artika.

Mengunjungi Pura Desa Batuan para wisatawan tidak dipungut retribusi. Namun hanya berupa danapunia. Dana yang dikumpulkan akan dikelola oleh LPD Desa Pakraman Batuan.

Dampak positif bagi warga banjar, bila mengadakan ritual Pitra Yadnya, LPD akan memberikan sumbangan dana dan saat odalan di Pura Kahyangan Tiga, warga tidak perlu mengeluarkan iuran untuk membeli perlengkapan sarana upakara.

"Kami hanya membawa golok saja saat odalan," ujar Artika.

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas