Tambahan Pajak Bikin Petani Kopi dan Tembakau Gulung Tikar
“Untung dari bertanam kopi sudah sangat mepet. Sekarang dikenai PPN lagi,” keluh Bambang, ditemui di Surabaya, Senin (18/8/2014).
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Para petani kopi, tembakau, dan kakao di Jatim berencana meminta perlindungan ke Gubernur terkait aturan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen atas Barang Hasil Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
Aturan yang oleh Putusan Mahkamah Agung ditetapkan berlaku sejak 22 Juli 2014 itu, dinilai bisa membuat para petani gulung tikar.
Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) Wilayah Jatim, Bambang Sriono, mengatakan, selama ini keuntungan para petani dari hasil komoditinya adalah sekitar 10 persen dari harga jual.
Sehingga, adanya PPN 10 persen terhadap hasil pertanian yang diperjualbelikan, dinilai sangat memberatkan.
“Untung dari bertanam kopi sudah sangat mepet. Sekarang dikenai PPN lagi,” keluh Bambang, ditemui di Surabaya, Senin (18/8/2014).
Bambang menyebut, petani kopi di Jatim saat ini bisa menghasilkan sekitar satu ton untuk setiap satu hektar lahan kopi. Dengan harga jual saat ini yang mencapai Rp 25.000 setiap kilogramnya (kopi Robusta), maka petani bisa mendapat Rp 25 juta dari hasil jual setiap hektar lahan.
“Nah, dengan adanya tambahan pajak, maka hasil jual petani berkurang sepuluh persen, sehingga tentu saja ini semakin menipiskan keuntungan yang didapat,” ujar Bambang.
Pun dengan hasil pertanian tembakau. Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Jember, Abdurrahman, menilai, tambahan pajak ini bisa makin menyudutkan petani.
Saat ini, masalah petani tembakau sudah banyak, mulai dari turunnya permintaan akibat banyak pabrik rokok yang tutup, hingga kondisi cuaca yang tidak bersahabat.
Yang lebih terdesak lagi, adalah pertanian kakao. Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI), Arif Zamroni, mengeluhkan penambahan pajak yang bisa membuat pertanian kakao tidak berkembang.
Menurut Arif, implementasi aturan tersebut sangat merugikan, lantaran pengenaan PPN tambahan bisa menurunkan daya saing petani lokal terhadap produk impor.
Produk kakao Indonesia, kata Arif, saat ini sudah dapat harga tinggi di dunia.
Tapi, adanya tambahan pajak ini bisa membuat petani terpaksa menaikkan harga, sehingga bisa kalah bersaing dengan kakao asal Ghana atau Pantai Gading, Afrika.
Selain itu, Arif mengkritik, pemerintah terkesan mengorbankan petani untuk menggenjot pendapatan negara.