Keponakan Mengaku Setahun Lalu Jero Wacik Sudah Punya Firasat Alami Nasib Sial
I Nyoman Punia (70) tidak kuasa menahan air mata saat mendengar kabar Jero Wacik menjadi tersangka pemerasan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - I Nyoman Punia (70) tidak kuasa menahan air mata saat mendengar kabar Jero Wacik menjadi tersangka pemerasan. Punia keluarga satu kakek dengan Jero Wacik. Rumahnya pun berada dalam satu pekarangan dengan rumah tua Jero Wacik.
Pekerjaan pokoknya menjadi penjual kain dengan cara berjalan kaki, membuatnya tidak pernah mengetahui kabar tentang Jero Wacik.
"Saya tidak pernah tahu kabar dia. Setiap hari jual kain keliling ke desa-desa. Sampai di rumah sudah tengah malam dan langsung tidur. Nonton televisi tidak sempat. Saya sungguh kaget mendengar kabar buruk itu," ujarnya, kemarin.
Punia jarang bertemu Jero Wacik semenjak menjadi pejabat.
"Dua tahun tidak pasti bertemu. Sebab, kalau Jero pulang, ia hanya menetap selama 15 menit. Lalu pergi lagi," ungkapnya.
Kesedihan yang sama juga dialami pengamong Pura Bukit Mentik. Tempat Jero Wacik menghabiskan masa kesilnya menjadi seorang jro mangku (orang suci). I Wayan Serikat (60), pria yang saat itu mekemit (berjaga) di Pura Bukit Mentik mengaku tidak bisa menerima kenyataan bahwa pemangku-nya terlibat dalam tindak kejahatan negara.
"Terus terang saya sangat sedih dan menyayangkan hal ini terjadi pada pak mangku. Menurut kami, beliau orang yang sederhana. Kalau ada wali (upacara di Bukit Mentik), beliau selalu menyempatkan hadir. Saat di sini, biasa berbaur dan bercanda gurau dengan para pengamong," ungkapnya.
Dengan kalimat parau, Serikat menceritakan bahwa Jero Wacik mulai menjadi Jro Mangku di Pura Bukit mentik sejak tahun 1955. Sejak kecil waktunya selalu dihabiskan di pura. Baik merapalkan mantra maupun menjaga lingkungan pura. Kalau sedang ingin bermain dengan teman seusianya, ia akan datang ke Banjar Yeh Mampeh yang jaraknya satu kilometer dari Pura Bukit Mentik.
"Saat menjabat sebagai menteri pun, beliau masih tetap ngeweda (merapalkan mantra) di Pura Bukit Mentik. Terutama saat Sasih (bulan) Kelima menurut kalender Hindu Bali. Itu untuk menghormati sosok yang menjaga dirinya selama menjadi jro mangku," ujar Serikat.
Menurut keponakanya, Ni Komang Parmini, yang tempat tinggalnya bersebelahan dengan rumah tua Jero Wacik, sebenarnya pamannya itu dari setahun yang lalu sudah memiliki firasat akan mengalami nasib sial.
"Setahun lalu kan rainan (hari raya) di merajan. Saat itulah beliau mengimbau semua keluarga dan warga yang hadir untuk tidak mempercayai kabar buruk tentang dirinya. Awalnya tidak mengerti apa yang dimaksud. Tapi, sekarang kami sudah tahu maksudnya," ujarnya sembari menggendong anak.(Tribun Bali Cetak)