Kemarau Panjang, Petani Cabe di Mojokerto Menjerit
"Kami hanya mengandalkan air tadah hujan. Begitu juga waduk kampung juga bergantung hujan.
TRIBUNNEWS.COM,MOJOKERTO - Puluhan petani di Desa Pucuk, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto,Jawa Timur kian merindukan datangnya hujan.
Mereka saat ini mengeluhkan kekurangan air yang sangat dibutuhkan tanaman di sawah dan ladang mereka.
Jika tak segera turun hujan, dipastikan mereka akan gagal panen.
Kekhawatiran itu disampaikan Sunarto, salah satu petani cabe.
"Kami hanya mengandalkan air tadah hujan. Begitu juga waduk kampung juga bergantung hujan. Sejauh ini tanaman cabe kami tetap di tempat ndeder (persemaian). Tidak bisa dipindah di ladang karena tak ada hujan," kata Sunarto, Kamis (11/9/2014).
Sebagian dari petani ada yang memilih mencari solusi berbiaya tinggi, menggunakan pompa air dengan mesien diesel.
Sebenarnya waduk di kampung itu bisa dimanfaatkan tapi terbatas dan tidak boleh disedot dengan mesin.
Cukup manual. Seperti yang dilakukan Sunarto dengan mengambil air dari waduk dengan timba.
Rata-rata usia bibit cabe di petani sekitar satu bulanan.
Mereka akan membiarkan bibit tersebut di persemaian.
Dengan kreativitas petani, ada yang membuat belik atau sumur gali dengan kedalaman tertentu.
"Saya punya sawah sekitar 1/4 hektare. Kami memilih bibit sendiri karena lebih murah. Jika beli bibit bisa sampai Rp 1 juta. Mudah-mudahan hujan segera turun," kata Sunarto.