Jamaah Haji Non-Kuota Banyak Gunakan Visa Pekerja
Keberadaan jamaah haji Indonesia nonkuota masih menjadi masalah tersendiri.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan Tribun Kaltim Kholish Chered
MAKKAH, TRIBUN - Keberadaan jamaah haji Indonesia nonkuota masih menjadi masalah tersendiri. Pasalnya, banyak diantara mereka ditelantarkan di tanah suci oleh travel yang memberangkatkan. Maklum saja, jamaah dari jalur ini tidak terdaftar di Kementerian Agama RI maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Lantas, dari mana mereka bisa mendapatkan akses untuk berhaji? Sumber resmi Tribun, yang merupakan salah satu konsultan haji Indonesia dalam Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), mengatakan jamaah nonkuota umumnya masuk dari dua jalur.
Jalur pertama adalah dari sektor ketenagakerjaan. Sedangkan jalur kedua bernama calling visa atau visa undangan dari Pemerintah Saudi Arabia.
Untuk jalur pertama, di Saudi ada hak bagi pihak perusahaan, misalnya perusahaan catering, untuk mendatangkan tenaga kerja (umal / pembantu) dari luar negeri.
"Dari jalur umal (pekerja), misalnya, ada perusahaan catering di Saudi butuh tenaga 200 orang. Peluang ini lalu dijual kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Indonesia. Jalur ini diminati karena aksesnya lebih mudah. Visanya resmi, namun dijualbelikan," katanya.
Lantas, para jamaah yang ingin berangkat haji dengan cepat membayar kepada pihak KBIH.
"Akhirnya, jamaah masuk ke tanah suci menggunakan visa pekerja dan dokumen keimigrasiannya diproses di terminal internasional Jeddah, bukan terminal haji," katanya.
Kedua, dari jalur calling visa. Pola ini umumnya diberikan sebagai undangan pihak Saudi Arabia, baik kepada ormas Islam ataupun militer di Indonesia, dalam konteks memperkuat hubungan bilateral.
"Namun ada visa undangan untuk ormas Islam ini yang kemudian dijual oleh oknum tertentu, termasuk kepada KBIH," katanya. Lalu jamaah yang ingin berangkat dengan cepat membeli dari KBIH dengan biaya tinggi. Visa undangan juga diproses di terminal internasional, bukan terminal haji.
Ia mengatakan, umumnya jamaah non kuota akan terlantar di tanah suci, karena tidak ada yang menjamin fasilitas.
"Apalagi di Arafah dan Mina. Kalau masih ada yang sediakan rumah walaupun sederhana, itu masih bagus," katanya.
Dan sejak sekitar sepuluh tahun lalu, pihak Kemenag sudah gencar mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan jalur non kuota. "Jangan gunakan jalur nonkuota. Karena mereka bakal mendapat banyak kesulitan walaupun sudah membayar mahal," katanya.
"Kalau anda ingin tahu, silakan saja di cek di Jakarta, tanyakan peluang berhaji lewat jalur umal atau calling visa," katanya.