Kejati Bantah Tak Ingin Kembalikan Rp 576 M ke Pemkab Kutim
Kejati agak kesulitan melaksanakan eksekusi mengingat disisi lain Pemkab Kutim meminta agar eksekusi barang bukti itu dilakukan ke kas Pemkab Kutim.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Bupati Kutai Timur Isran Noor memastikan bahwa gugatan Pemkab Kutim kepada Kejaksaan Agung dan 3 tergugat lainnya akan terus bergulir. Pasalnya lembaga Adhyaksa itu menurutnya telah melanggar hukum karena tidak segera mengembalikan barang bukti hasil penjualan 5 persen saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang seharusnya masuk ke kas daerah.
Ditemui Senin (22/9/2014), Isran mengatakan gugatan yang dilayangkan kepada 4 pihak ini tak lain sebagai upaya untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai hak rakyat Kutai Timur yang sampai saat ini belum juga dicairkan oleh Kejaksaan.
Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, telah disebutkan bahwa dana sebesar Rp 576 miliar itu harus dikembalikan ke kas daerah.
"Jadi kita ingin mendapatkan kepastian hukum mengenai hak rakyat Kutai Timur itu, mengenai barang bukti yang atas keputusan Mahkamah Agung dalam keputusan terakhirnya adalah fatwa mengembalikan ke daerah," katanya.
Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi Kaltim dan Kejari Sangatta membantah bahwa pihaknya sengaja tidak ingin melaksanakan eksekusi putusan Mahkamah Agung terkait pengembalian barang bukti dugaan tindak pidana korupsi berupa uang senilai USD 63.000.000 atau setara Rp 576 miliar yang dirampas untuk negara dari perkara tindak pidana korupsi pengalihan, penjualan dan penggunaan 5 persen saham KPC milik Pemkab Kutim. Dalam perkara ini juga telah menghukum Anung Nugroho selaku Direktur Utama PT Kutai Timur Energi dan Apidian Tri Wahyudi, Direktur Keuangan PT KTE.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Kaltim Fahrin Amrullah kepada Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network), Senin (22/9/2014) mengatakan, sebenarnya kejaksaan bukan tidak ingin melaksanakan eksekusi atas putusan MA itu, hanya saja kejaksaan masih mempertimbangkan permintaan Pemkab Kutim yang meminta agar eksekusi barang bukti itu dilakukan ke kas Pemkab Kutim (bukan ke kas negara).
"Dalam putusan MA, bunyinya bahwa barang bukti berupa uang senilai USD 63.000.000 atau setara dengan Rp 576 miliar dirampas untuk negara, maka seharusnya memang uang itu disetor ke kas negara," ungkap Fahrin.
Jadi karena pada putusan MA dan di fatwa MA tetap berbunyi bahwa barang bukti berupa uang senilai Rp 576 miliar dirampas untuk negara, maka agak kesulitan melaksanakan eksekusi mengingat disisi lain Pemkab Kutim meminta agar eksekusi barang bukti itu dilakukan ke kas Pemkab Kutim.
Dikatakan Fahrin, sebenarnya bisa saja kejaksaan mengeksekusi putusan MA itu dengan mengembalikan barang bukti ke kas negara sesuai bunyi putusan MA, hanya saja kejaksaan masih mempertimbangkan dampaknya, apalagi pihak Pemkab Kutim meminta barang bukti itu dikembalikan ke kas Pemkab Kutim.
"Kita sebenarnya sudah berkoordinasi dengan pihak Pemkab Kutim melalui Kejari Sangatta, tetapi belum ada titik temu. Nah sekarang muncul gugatan dari Pemkab Kutim," ungkap Fahrin.
Menyikapi gugatan penggugat, Fahrin mengatakan, Kejati selaku tergugat III belum menerima berkas gugatan yang dikirim Pengadilan Negeri Sangatta.
"Tetapi terkait gugatan ini, kita tentu akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dulu untuk menyiapkan tim kuasa hukum," terang dia.
Ditambahkan Fahrin, gugatan Pemkab Kutim tersebut tidak menghalangi kejaksaan untuk melaksanakan eksekusi putusan MA.
"Itu kan gugatan perdata, sementara yang diputus MA adalah pidana, jadi sebenarnya tidak menghalangi eksekusi," katanya. (aya/has)