Dulu Perceraian Itu Aib, Kini Malah Ekspos Diri
Sayangnya, tidak sedikit keputusan itu diambil berdasarkan pandangan yang berasal dari tayangan yang begitu bias. Misalnya, sinetron yang kisahnya tid

Mereka sepertinya bangga kalau statusnya janda. Memang tidak ada masalah sih berstatus janda. Tetapi harus ada unsur edukasi, bukan sekadar mengekspos diri.
Masyarakat seperti dicekoki sesuatu yang sebenarnya bukan realitas di sekitarnya. Dunia keartisan jauh berbeda dengan realitas masyarakat.
Jangan sampai kemudian apa yang rerjadi di kalangan selebritas itu malah menjadi ‘realitas’ di masyarakat. Tentu saja hal ini akan menabrak norma-norma luhur kita.
Saya ingin katakan, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Saksinya bukan cuma manusia. Tuhan juga turut campur dalam urusan jodoh ini.
Pasangan yang hendak menikah, harus serius memikirkan apa dan bagaimana pernikahan itu dijalani.
Kuatkan komitmen bahwa pernikahan adalah ‘alat’ untuk mencapai tujuan hidup.
Ketika terjadi perselisihan, komunikasi dua arah menjadi kunci untuk mencairkan masalah. Libatkan seseorang yang dipercaya untuk memberikan nasihat-nasihat.
Jangan hanya cek-cok terus ngomong cerai. Mereka yang mudah sekali mengucapkan kata itu, sebenarnya menjadi bukti ketidaksiapan mereka menjalani pernikahan.
Coba kembali dipikirkan, bagaimana dampak dari perceraian ini bagi anak-anak.
Jangan sampai, keputusan dua orang dewasa ini malah mengorbankan hak-hak anak-anak.
Dalam masalah perceraian, anak-anak yang mengalami kerugian terbesar, baik secara psikologis maupun sosial.
Ada pranata-pranata sosial yang bisa dimanfaatkan. Ambil contoh, tokoh masyakat dan agama.
Para tokoh ini kan memiliki komunitas kuat. Mereka juga menguasai ilmu sosial dan agama serta pengalaman berumah tangga dalam rentan waktu yang lama.
Nah, negara harusnya memanfaatkan mereka untuk menjadi konseling yang baik.