Bisa Jual Sesuai HPP Tapi Pembayaran Mundur
“Kami tetap was-was juga. Dibilang aman ya tidak. HPP yang ditetapkan pemerintah hanya menolong agar kami tidak rugi saja atau balik modal tanpa untun
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA -Tebu tahun ini benar-benar terasa pahit bagi para petani. Sebagian rugi karena mereka harus melepas dengan harga di bawah harga pokok penjualan (HPP).
Di tempat lain, para petani yang mendapatkan harga sesuai HPP harus pusing karena uang pembayaran tak kunjung bisa diterima.
Jangankan yang mendapat harga di bawah HPP, yang melepas tebunya sesuai HPP pemerintah saja masih merasa tercekik. Sebab HPP yang ditetapkan Menteri Perdagangan sebesar Rp 8500 dinilai masih jauh dari modal yang dikeluarkan para petani.
Ketua Koperasi Mitra Sejahtera Kediri, Anang Prasetyo Utomo menjelaskan, HPP Rp 8.500 per kg yang dipakai saat ini memang sudah dinaikkan dari sebelumnya, Rp 8250.
Tapi kenaikan HPP itu hanya mempersempit selisih kerugian saja.
“Kami tetap was-was juga. Dibilang aman ya tidak. HPP yang ditetapkan pemerintah hanya menolong agar kami tidak rugi saja atau balik modal tanpa untung. Banyak anggota kami yang rugi,” ujar bapak dua anak itu.
Pada periode Juni dan Juli, ribuan petani tebu di Kediri Raya mengalami kerugian massal.
Dia bercerita ada banyak faktor yang membuat petani tebu tetap terjepit.
Selain penetapan HPP yang dinilai sepihak, Anang menilai mahalnya biaya produksi dan keterlambatan dana talangan juga menjadi faktor petani di kawasan Kediri pusing. Sudah beberapa bulan ini pembayaran terlambat.
”Biasanya, seminggu setelah tanggal penutupan DO, uang sudah cair. Sekarang paling cepat dua minggu bahkan bisa sampai satu bulan. Padahal uang itu kan untuk membayar kebutuhan produksi,” ungkap Anang.
Petani di Kediri masih bisa menambah nafas karena nilai randemen tebu relatif tinggi. Di Kediri, rata-rata randemen tebu lebih dari 8 persen.
Angka tersebut jauh dibandingkan dengan randemen di Jember dan sekitarnya yang dipatok 7 persen saja. Dia mengakui ada sebagian petani Kediri yang randemennya di bawah 8 persen.
Anang mengatakan, faktor utama yang membuat petani terus merugi adalah tidak sesuainya HPP dengan biaya pokok produksi (BPP).
Di Kabupeten dan Kota Kediri, kata Anang, harga HPP yang sesuai perhitungan modal petani adalah Rp 9250. Dari nilai itu, petani untung sekitar 10 persen. Dengan catatan, randemen minimal 8 persen.
Saat ini, biaya produksi satu hektar Rp 35 juta terhitung dari masa tanam sampai tebang. Sedangkan pendapatan yang mereka terima rata-rata hanya bisa untuk balik modal. Banyak juga yang rugi Rp 6 juta perhektarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.