Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Inilah Cerita Awal Mula Jenang Kudus

Syukur atas pangan dan rezeki melebur dalam kirab tebokan jenang di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, akhir Oktober lalu.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Inilah Cerita Awal Mula Jenang Kudus
KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI
Anak-anak Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengikuti kirab tebokan jenang dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1436 Hijriah, akhir Oktober 2014. Jenang merupakan potensi pangan lokal dan tradisional Kudus yang lestari sejak zaman Sunan Kudus hingga kini. Jenang menjadi penghidupan dan penopang ekonomi masyarakat Desa Kaliputu. 

TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Syukur atas pangan dan rezeki melebur dalam kirab tebokan jenang di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, akhir Oktober lalu.

Warna-warni jenang di atas tebokan, gunungan kecil, dan aneka bahan pembuat jenang berbaur dengan kegembiraan warga yang menyambut di tepi jalan.

Tak lupa tokoh cikal bakal jenang kudus, seperti Mbah Dempok Soponyono, cucu Mbah Dempok, Sunan Kudus, dan Syekh Jangkung atau Saridin, dihadirkan. Tokoh itu menjadi pengingat sejarah pangan lokal dan penghargaan atas keberagaman di Kudus.

Mbah Dempok Soponyono, Syekh Jangkung, dan cucu Mbah Dempok melatari lahirnya jenang kudus. Waktu itu, cucu Mbah Dempok mati suri gara-gara diganggu Banaspati, makhluk halus berambut api.

Untuk membangunkannya kembali, Syekh Jangkung meminta kaum ibu membuat jenang bubur gamping. Berkat jenang bubur gamping itulah cucu Mbah Dempok terbebas dari gangguan Banaspati.

Adapun Sunan Kudus adalah salah seorang dari wali sanga yang mengedepankan toleransi atas keberagaman masyarakat dan agama. Untuk menghormati pemeluk agama Hindu, Sunan Kudus melarang pengikutnya menyembelih sapi.

Kirab pengingat sejarah pangan dan keberagaman di Kudus itu berakhir di Pesarean Sedo Mukti. Di pemakaman itulah bupati Kudus tempo dulu dimakamkan.

Berita Rekomendasi

Di tempat itu pula Raden Mas Panji Sosrokartono (1877-1952) yang berjuluk sebagai Mandor Klungsu dan Joko Pring, kakak Raden Ajeng Kartini, dimakamkan.

”Melalui kirab itu, kami ingin bersyukur atas jenang yang menghidupi warga Desa Kaliputu. Melalui kirab itu pula, kami ingin terus melanggengkan keberagaman yang diserukan Sunan Kudus dan Sosrokartono,” kata penggerak Desa Wisata Jenang Kaliputu, Masduki.

Di Desa Kaliputu terdapat tak kurang dari 48 industri jenang skala besar dan kecil, antara lain bermerek Menara, Mubarok, Karomah, Rizona, Kenia, dan Murni.

Setiap industri jenang di desa itu menyerap 15-50 tenaga kerja. Setidaknya ada sekitar 960 warga yang bekerja di sektor industri jenang dari total penduduk Desa Kaliputu sebanyak 2.094 orang.

Menurut Masduki, dahulu jenang tidak diperjualbelikan. Sejumlah warga membuat jenang untuk salah satu hidangan wajib setiap kali ada hajatan, terutama pernikahan dan khitanan.


Setelah banyak yang pesan, segelintir warga memberanikan diri memasarkannya di pasar. Waktu itu jenang dijual kiloan dalam bentuk potongan besar dan belum dikemas kecil-kecil.

”Seiring dengan perkembangan zaman, jenang mulai dijual sebagai jajanan anak-anak di sekolah dan kemudian sebagai oleh-oleh bagi para peziarah,” lanjut Masduki.

Halaman
12
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas