Gadis Yatim Piatu Jadi Pemecah Batu Demi Empat Adiknya
"Saya sudah tidak memiliki orang tua lagi karena semuanya sudah meninggal. Saya yang paling besar harus bisa menghidupi adik-adik,” katanya.
Editor: Y Gustaman
Gadis Kecil Ini Terpaksa Jadi Penambang Batu Demi Adik-adiknya
TRIBUNNEWS.COM, NIAS BARAT - Tangan Arniman Zai belum begitu kokoh untuk anak seusianya. Tapi keadaan yang memaksanya harus mengumpulkan, mengangkat, dan memecah batu-batu kecil dari Sungai Oyo di Desa Tuwuna, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, guna menghidupi adik-adiknya.
Bersama para tetangganya, anak sulung pasangan Toloni Zai dan Niati Zebua menghabiskan separuh harinya bergelut dengan bebatuan di dasar sungai Oyo. "Saya sudah tidak memiliki orang tua lagi karena semuanya sudah meninggal. Saya yang paling besar harus bisa menghidupi adik-adik,” katanya, Sabtu (22/11/2014).
Sungai Oyo merupakan salah satu sungai terpanjang dan terbesar di Kepulauan Nias. Sungai ini telah menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Tuwuna dan sekitarnya. Di tempat ini mereka melakukan penambangan batu secara tradisional dengan peralatan seadanya.
Terdapat belasan orang laki-laki dan perempuan yang menjadi penambang di tempat ini. Mereka mulai beraktivitas sejak pukul 07.30 - 17.00 dan hanya istirahat untuk makan siang. “Pernah merasa malas bekerja dan berpikir saya capek, sakit, tetapi niat saya bekerja untuk adik-adik saya,” katanya dengan tegar.
Di tempat ini, Arniman bersama para lelaki bermodalkan linggis menggali batu dari bukit. Batu-batu itu lalu dikumpulkan berdasarkan ukurannya. Tak jarang, ia tak mampu mengangkat bongkahan batu besar. "Lebih enak menjadi diri sendiri ketimbang merepotkan orang lain, tetap menatap bagaimana bisa bertahan hidup," ucapnya.
Pekerjaan mengumpulkan, mengangkat dan memecahkan batu itu sebenarnya bukanlah menjadi bagian pekerjaan para perempuan. Namun demi memenuhi kebutuhan dirinya dan empat adiknya, dia terpaksa melakoninya.
Harga kerikil dan batu hasil tambang para pemecah batu di Sungai Oyo ini bervariasi, untuk sirtu atau split dijual Rp. 500.000/truk, sedangkan kerikil bervariasi antara Rp 300.000 – Rp 600.000 per truk.
Mereka juga menjual pasir seharga Rp 250.000 per truk, sedangkan untuk satu unit mobil bak terbuka berkisar antara Rp 250.000 – Rp 300.000 per unit.
Namun diakui, harga tersebut yang belum sepadan dengan kerja keras mereka, apalagi tidak setiap hari ada konsumen yang datang membeli. Menurut Arniman Zai, mereka tidak punya pilihan lain, meski risiko pekerjaan ini lumayan berbahaya. "Tangan saya sempat luka saat memecahkan batu," katanya lirih. (Kompas.com/Hendrik Yanto Halawa)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.