BPN Pastikan Tanah di Marina Semarang Tak Bisa Jadi Hak Milik
"Kalau sertifikatnya tidak tahu ada dimana, misteri. Dalam pertemuan terakhir dengan PT IPU, mereka bilang sertifikat juga tidak dibawa," katanya
TRIBUNNEWS.COM,SEMARANG - Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara, Kantor Pertanahan Kota Semarang, Setiadjid memastikan lahan 237 hektare yang digarap PT Indo Perkasa Usahatama (IPU) –termasuk di dalamnya kawasan Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan (PRPP)—berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Sepengetahuannya, pemanfaatan lahan memang diserahkan oleh PT IPU dengan perjanjian 75 tahun.
Status bangunan di atas HPL di lahan seluas itu adalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki PT IPU.
"Kalau sertifikatnya tidak tahu ada dimana, misteri. Dalam pertemuan terakhir dengan PT IPU, mereka bilang sertifikat juga tidak dibawa," katanya saat ditemui Tribun Jateng di kantornya, pekan lalu.
Ia menjelaskan 237 hektare tanah berstatus HPL itu cukup luas mulai dari pesisir pantai hingga bangunan yang satu deretan dengan bangunan PRPP.
Batasnya jalan arteri Yos Sudarso dan sungai kecil di depan PRPP.
Dua perumahan elite, Royal Family di jalan Royal Square di kawasan Marina, Semarang Barat dan Grand Residence sera tanah dealer-dealer di samping PT PRPP juga berstatus HPL.
Setiadjid berujar untuk permasalahan gugatan PT IPU ke Pemprov Jateng terkait PT PRPP, kantornya menjadi turut serta sebagai tergugat III.
Beberapa tahun lalu, Pemprov Jateng meminta penerbitan kembali sertifikat yang hilang.
Tapi, karena pihak PT IPU tidak terima dan menggugat, pihaknya menghentikan penerbitan kembali sertifikat yang dimaksud.
"Statusnya status quo, kami tidak jadi menerbitkan sertifikat (pengganti). Ranah kami hanya administratif, kalau masalah perjanjian atau apakah pengembangan perumahan merugikan PT IPU, itu urusan keduanya," jelasnya.
Ia memastikan perlu pengukuran ulang 237 hektare yang dimaksud.
Bisa jadi ada batas-batas tanah yang bergeser. Selain itu, beberapa tahun terakhir perkembangan di kawasan yang dimaksud cukup pesat.
Terkait dengan banyaknya perumahan hingga ruko yang cukup elite di kawasan itu tidak masalah, namun Setiadjid memastikan rumah-rumah itu tidak bisa menjadi hak milik.
Namun, PT IPU bisa menjual HGB yang dikelolanya secara perorangan kepada pihak ketiga dan menjadi HGB atas nama pribadi.
“Tentunya, pembeli rumah atau ruko di sana diberitahu status tanah HPL,” tandasnya.
Resikonya jika masa perjanjian dengan Pemprov Jawa Tengah sudah selesai (75 tahun), tanah dan infrastruktur di atasnya kembali ke pemprov.
Status HGB bangunan atau rumah disana pun punya batas waktu yaitu 20 tahun hingga 30 tahun.
"Hal itu sesuai dengan Permendagri Nomor 1 tahun 1977. Khusus penentuan hak kepengelolaan lahan untuk menguasai, menggunakan dan mengelola boleh diberikan pihak ketiga. Dalam hal ini PT IPU atau perseorangan. Tanpa sertifikat HPL pun selama ada HGB, masih bisa dimanfaatkan," tandasnya.