Kejati Sulut Klaim Selamatkan Rp 2 Miliar Uang Negara
Kejaksaan telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 2.026,180.862.
Editor: Budi Prasetyo
Laporan wartawan Tribun Manado Ryo Noor
TRIBUNNEWS,COM.MANADO - Momentum Hari Anti- korupsi Sedunia, 9 Desember 2014 di Sulawesi Utara menjadi warning bagi para abdi negara, anggota dewan dan pengusaha untuk tidak melakukan tindak pidana rasuah.
Enam orang terdiri dari pejabat, kepala sekolah dan pengusaha dijebloskan ke sel oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, kemarin.
"Mudah-mudahan tindakan penahanan ini bisa memberi efek jera, supaya jangan ada lagi korupsi," ujar Kajati Sulut, Djungker Sianturi di kantornya, Selasa (9/12/2014).
Enam tersangka tersebut terlibat dalam tiga kasus berbeda. Mereka yakni dua pejabat Pemerintah Kabupaten Sitaro yang terlibat kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif dan bimbingan teknis fiktif yakni AP yang merupakan mantan Sekwan Sitaro dan LW, Bendahara Pengeluaran Setwan Sitaro.
Kemudian di Minahasa, Kejaksaan menahan Kepala SMP 1 Sonder, MAN terkait dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi dana bantuan operasional siswa atau BOS.
Tiga tersangka kasus korupsi yang lain di Kabupaten Minahasa Selatan yakni TP selaku Kuasa Pengguna Anggaran, ZK seorang Pejabat Pembuat Komitmen dan kontraktor berinisial HK.
Keenam tersangka kasus korupsi ini menambah daftar tersangka korupsi yang ditahan Kejaksaan sepanjang tahun 2014 yakni 28 Tersangka
"Jadi 28 tersangka ditahan karena setelah Hari Anti-korupsi ini ketambahan 6 orang," ujar Sianturi.
Sedang Kapolda Sulut Brigjen Jimmy Palmer Sinaga tak sependapat jika penahanan harus dilakukan untuk peringatan Hari Anti-korupsi.
Menurut Sinaga, penanganan kasus korupsi bukan hanya soal penahanan saja, melainkan bagaimana melalui prosesnya dari penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka.
Lagipula soal penahanan tidak bisa dipaksakan. Penahanan dilakukan sesuai kepentingan penyidikan. "Kita tidak bisa memaksakan. Tapi kan proses penanganan kasus tetap harus jalan," kata dia.
Selama penanganan kasus korupsi di 2014 Sianturi mengklaim Kejaksaan telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 2.026,180.862.Adapun selama setahun Kejaksaan, lanjut Sianturi, telah membawa 38 kasus korupsi ke penuntutan di Pengadilan Tipikor.
Kemudian 44 kasus dalam tahap penyelidikan dan 34 kasus korupsi sudah ke tahap penyidikan. "Ini belum termasuk pelimpahkan kasus dari Kepolisian," ungkapnya.
Selain itu, ada juga 20 kasus korupsi yang sedang berproses di tingkat banding kemudian 55 kasus Kasasi dan 2 kasus tahap peninjauan kembali. "Ada juga sisa 1 kasus grasi," katanya.
Ia menyadari indeks pemberantasan korupsi Indonesia masih rendah. Survei terbaru menempatkan Indonesia di peringkat ke 107 dari 147 negara.
"Aparat Kejaksan sebagai garda terdepan selain KPK dan Kepolisian kita keroyok supaya bisa mengurangi kasus korupsi," sebutnya.
Sianturi mengungkapkan selama menangani kasus korupsi tak lepas dari kendala. Satu di antaranya sering tekor dalam biaya penanganan kasus korupsi. Biasanya di tingkat penuntutan.
Kondisi ini, kata Sianturi, menyulitkan pihak Kejaksaan terutama jaksa di daerah terpencil atau kepulauan. Apalagi kasus korupsi harus disidangkan di Pengadilan Tipikor membuat Jaksa harus ikut bersidang di ibu kota provinsi.
"Jaksa seringkali harus menghadirkan saksi misalnya dari Melongoane harus bayar ongkosnya penginapan, makannya. Saksi tidak mau datang kalau tidak diongkosi. Malah harus nombok," katanya.
Dia pun mengusulkan bahwa Pengadilan Tipikor seharusnya tidak hanya berada di tingkat provinsi atau berada di ibu kota provinsi. Efektifnya bila berada juga di tingkat kabupaten dan kota.
Sidang Tipikor seringkali berlangsung 8 sampai 12 kali sidang. Dengan biaya penuntutan Rp 35 juta dirasa belum mencukupi.
"Mau tak mau harus hadirkan saksi meski pakai biaya sendiri karena keterangan saksi dibutuhkan dalam persidangan," sebutnya.
Kalau Pengadilan Tipikor ada di daerah masing-masing tak akan kesulitan seperti yang dihadapi sekarang. "Persidangan Tipikor kan yang dibentuk majelis hakimnya," kata dia.
Kondisi ini menurut Sianturi juga dialami Kejaksaan di hampir seluruh daerah di Indonesia. "Coba bayangkan yang di Papua. Di daerah harus sidang di Jayapura," ungkapnya.
Sementara itu, dalam peringatan kemarin, Kajati Sianturi memimpin bagi-bagi bunga kepada masyarakat.
"Setangkai bunga ini kami berikan ke masyarakat agar bisa ikut berperan serta dalam pemberantasan korupsi," kata Kajati Sianturi.
Selain Kejati Sulut, ikut bagi-bagi bunga Kejaksaan Negeri bersama Polda Sulut dan Putri-putri Duta Anti-korupsi. Kegiatan itu digelar serentak di sejumlah titik ramai di Kota Manado dipusatkan di kawasan Boulevard.
Kajati Djungker Sianturi, Kapolda Brigjen Jimmy Palmer Sinaga dan Walikota Manado GSV Lumentut pun ikut turun membagikan bunga dan menempelkan stiker anti-korupsi.
Sianturi menyampaikan, peran serta masyarakat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat harus responsif dalam pengawasan penanganan kasus korupsi
"Sesuai UU diatur peran serta masyarakat dalam penangan kasus tindak pidana korupsi. Masyarakat bisa menanyakan dalam waktu 30 hari setelah penanganan kasus korupsi. Dan kami Kejaksaan siap terbuka," ungkap pria berdarah Batak itu.
Meski panas terik menyengat tengah hari kemarin, Morena Sumolang, salah seorang Duta Anti-korupsi Sulut nampak semangat membagi-bagikan bunga dan menempelkan stiker.
"Saya senang bisa ikut kegiatan ini. Semoga pesan yang kami bawa bisa terampaikan ke masyarakat," sebut dara kelahiran 1996 ini sambil menyeka peluh di dahinya akibat serangan terik.
Untuk masalah hukuman bagi koruptor, Putri Fotogenik Sulut ini tidak sepakat jika harus dihukum mati. Lebih efektif menurutnya harta kekayaan koruptor disita negara.