162 Peti Jenazah Dibuat Hanya dalam Waktu Dua Hari Dua Malam
Para pekerja tengah sibuk menyempurnakan peti jenazah tak jauh dari ruangan Posko Disaster Victim Identification (DVI) RSUD Sultan Imanuddin.
Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, PANGKALAN BUN - Sesaat memasuki waktu Isya ketukan palu terdengar di sudut rumah sakit. Para pekerja tengah sibuk menyempurnakan peti jenazah tak jauh dari ruangan Posko Disaster Victim Identification (DVI) RSUD Sultan Imanuddin, yang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Selatan.
Agus Endaru Pratomo (42) salah satunya berjibaku melapisi alumunium foil berwarna silver ke setiap sisi dalam peti berbahan kayu itu. Ia kemudian melapisi dengan karpet warna hitam dalam peti itu.
Warga Beringin Dindang, Pangkalan Bun ini salah satu pekerja pembuat dan perlengkapan peti jenazah korban pesawat AirAsia QZ 8501 yang dinyatakan hilang kontak, Minggu (28/12/2014) lalu.
Seluruhnya telah terbagi sebanyak lima tim. Agus bersama timnya terlihat lincah merapikan peti berwarna putih itu. Sejak tiga hari bekerja, timnya sudah berhasil menyelesaikan 50 peti. Mereka memiliki target membuat 162 unit dalam jangka waktu yang cukup singkat.
"Kami bikin peti bergrup. Jadi ada yang (tim membuat) peti sudah siap dipakai, ada yang belum. Ada yang di dalam petinya kayu harus dilapis seng alumunium sama pera atau karpet warna hitam," ujar Agus di RSUD Sultan Imanuddin, Pangkalan Bun, Jumat (2/1/2015) malam.
Agus merupakan PNS Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kobar. Dia kembali bekerja sehabis magrib dan selesai hingga pukul 20.30 WIB, demi menyempurnakan peti itu. Menurutnya, tak menjadi persoalan mengenai waktu istirahatnya yang berkurang. Dia beralasan ingin bergotong royong membantu sesama manusia.
Juni Goeltom (40) Koordinator Penyiapan Peti Jenazah Korban Pesawat menceritakan awal proses pembuatan peti. Selasa (30/12/2014) malam, bupati kota setempat meminta dirinya menyelesaikan 162 peti jenazah dalam waktu satu malam.
Ia pun langsung membentuk lima tim. Dalam satu tim, terdiri dari 10 sampai 20 orang. Proses pembuatannya pun terbagi di beberapa wilayah, mulai dari Desa Kumai, Madurajo, Delima, Natai Arahan dan Desa Pinang Merah.
Dia menerangkan, sebagian tim belum memasang alumunium dan karpet ke dalam peti, sehingga finalisasi dikerjakan oleh satu tim lagi yang terdiri 25 orang yang beroperasi di rumah sakit.
Mereka membeli kayu dan dikerjakan oleh tukang-tukang mebel, di Desa Bata Balaman, Pangkalan Bun. Sedangkan alamunium foil sebanyak lima rol dipesan di toko bangunan bernama Ponti, tepatnya di Jalan Pasir Panjang. Sementara karpet dibeli di toko plastik, di kawasan Pangkalan Bun.
"Ini instruksi Pak Bupati. Saya katakan iya, siap. Mereka rekan-rekan yang ada di pikiran saya, yang bisa saya hubungi, mulai dari PNS dan bukan PNS. Kemudian saya berkoordinasi, besok pagi jam 10 diminta pak bupati peti harus sudah selesai," kata Juni.
Namun, pada malam itu pihaknya hanya mampu menyelesaikan satu peti. Alasannya, sebuah peti itu sebagai contoh untuk spesifikasinya. Dia membawa peti mati tersebut ke rumah sakit, disaksikan oleh wakil gubernur setempat, bupati, dan Basarnas yang berada di ruang kamar jenazah.
Peti itu pun dinyatakan layak. Tetapi, dia mendapat masukan dari pihak BASARNAS untuk sebaiknya semua peti didempul, kemudian dilengkapkan alumunium foil, dan karpet hitam. Supaya saat dimasukkan es tidak bocor. Semua masukan direkam dalam pikirannya untuk tancap gas membuat peti.