Program Sekolah Gratis di Melawi Tak Jalan, Sekolah Negeri Masih Pungut Biaya Besar
Anggota DPRD Melawi, Malin mengatakan, program sekolah gratis di Kabupaten Melawi tak berjalan sesuai harapan.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ali Anshori
TRIBUNNEWS.COM, MELAWI -Anggota DPRD Melawi, Malin mengatakan, program sekolah gratis di Kabupaten Melawi tak berjalan sesuai harapan. Pasalnya masih banyak sekolah yang melakukan pungutan kepada siswa.
Malin mengatakan, sering kali dirinya mendapat keluhan dari masyarakat, bahwa sekolah masih menarik sumbangan komite. Jumlahnya acapkali juga sangat membebani orang tua siswa.
“Masih banyak sekolah di Melawi yang melakukan pungutan, ada yang mencapai Rp 60 ribu per bulan bahkan sampai Rp 100 ribu. Padahal itu sekolah negeri yang sudah mendapatkan BOS,” ungkapnya.
Malin mengatakan keberadaan dana BOS mestinya bisa mengurangi beban orang tua siswa. Karena BOS menjadi sumber anggaran bagi sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan, termasuk menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung.
“Yang menjadi pertanyaan, dana BOS ini digunakan kemana?. Mengapa ada sekolah negeri yang siswanya ratusan, pungutan masih gila-gilaan. Dinas Pendidikan juga harus tegur sekolah itu kalau memang pungutannya tak masuk akal,” katanya.
Menurut Malin, alokasi dana BOS selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kata dia, seharusnya sekolah berlomba-lomba menerapkan sekolah gratis, sehingga siswa tak terbebani dengan biaya operasional yang mencekik.
“Sekolah ini bukan tempat untuk cari untung. Bayar gaji guru honor pun cukup dari dana BOS. Kecuali kalau siswa sekolah tersebut sedikit dan pengeluarannya banyak sehingga mau tak mau harus menarik sumbangan dari siswa,” ucapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Melawi, Paulus mengatakan, pungutan yang dilakukan sekolah kepada siswa tidak dilarang, namun demikian hal itu harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan komite sekolah. Dan itupun tidak boleh membebani orang tua siswa.
“Jangan bikin kegiatan yang mengada-ada. Jangan dana BOS naik, ini sumbangan komite atau SPPnya juga ikutan naik. Saya juga sudah sering menerima keluhan terkait dengan hal ini,” katanya.
Mestinya, kata Paulus, sekolah hanya diperkenankan menarik sumbangan komite dengan angka sewajarnya.
Apalagi saat ini dari SD sampai SMA sederajat, semuanya mendapatkan alokasi BOS. Penetapan angka sumbangan juga harus diputuskan dalam rapat komite dan diserahkan pada orang tua siswa.
“Saya tidak melarang. Tapi kalau itu menjadi sorotan, lalu apa gunanya. Makanya wajib sekolah menunjukkan transparansi dana BOS pada orang tua dalam rapat komite. Setiap penyusunan anggaran sekolah, dana BOSmestinya disandingkan juga,” katanya.
Namun, demikian, kata Paulus, sudah banyak sekolah di Melawi yang menggratiskan biaya pendidikan.
Sejumlah SMP negeri yang menjadi favorit di Melawi, kata dia, terkadang hanya memungut antara Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu per siswa setiap bulannya untuk menambah kebutuhan anggaran di sekolah tersebut.
“Orang tua mesti berani kritik sekolah kalau tiba-tiba mereka menaikkan sumbangan pendidikan. Harus jelas, karena dana BOS juga sudah cukup besar,” katanya.
Paulus juga mengungkapkan, kenaikan dana BOS ini akan dimulai pada tahun ini.
Untuk tingkat SD dari Rp 570 ribu per siswa per tahun naik menjadi Rp 800 ribu per siswanya. SMP dari Rp 780 ribu menjadi Rp 1 juta.
Dan untuk tingkat SMA dari Rp 1 juta menjadi Rp 1,2 juta per siswa per tahun (ali)