Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dirut Bank Delta Artha Ditetapkan Tersangka

"Dirut lah yang berhak mencairkan uang. Tanpa tanda tangan dirut tidak mungjin dana itu mengucur kepada yang bersangkutan," jelasnya.

zoom-in Dirut Bank Delta Artha Ditetapkan Tersangka
surya/anas miftakhutadin
Kajari Sidoarjo Undang Mugopal saat mengumumkan enam tersangka pembobolan Bank Delta Artha, Kamis (8/1). 

TRIBUNNEWS.COM,SIDOARJO - Direktur Utama (Dirut) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Delta Artha Sidoarjo Ratna Wahyuningsih ditetapkan sebagai tersangka terkait kredit macet Rp 12,120 miliar dan dokumen palsu oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Kamis (8/1/2015).

Penyidik Pidsus juga menjerat mantan Dirut BPR Delta Artha M Amin yang menjabat 2006 - April 2012.

Mantan pejabat ini ikut terjerat karena diduga ikut meloloskan kredit yang menggunakan aplikasi palsu tersebut.

Penetapan tersangka pejabat dan mantan pejabat BPR Delta Artha ini bersamaan dengan penetapan empat tersangka lainnya.
Yakni Luluk Farida Ishaq,  Bendahara UPTD Dindik Tanggulangin, Munawaroh, Kepala Sekolah (Kasek) SDN Gagang Panjang, Tanggulangin, Atiq Munziati dan Yunita dari pihak swasta.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo Undang Mugopal SH, menjelaskan penetapan enam tersangka berdasarkan dua alat bukti yakni dokumen dan surat fiktif yang kini diamankan penyidik.

Terseretnya Dirut BPR Delta Artha, Ratna Wahyuningsih dalam pusaran kredit macet karena pihak bank dianggap tidak hati-hati dalam mengucurkan kredit.

"Nah pihak bank pada 2012 sampai 2014 bertindak tidak hati-hati dan melanggar prinsip kehati-hatian bank selaku penutus kredit fiktif kepada 78 pemohon dengan nilaj Rp 9 miliar yang diajukan tersangka Luluk," tutur Undang Mugopal, Kamis (8/1/2015).

Berita Rekomendasi

Begitu pula, tersangka M Amin yang menjabat Dirut BPR Delta Artha pada peeiode 2006 sampai 2012 juga dianggap melanggar prinsip kehati-hatian bank.

Dana yang dikucurkan saat itu mencapai Rp 2 miliar lebih dengan jumlah 14 pemohon yang juga diajukan tersangka Luluk.

"Dirut lah yang berhak mencairkan uang. Tanpa tanda tangan dirut tidak mungjin dana itu mengucur kepada yang bersangkutan," jelasnya.

Apakah ada fee khusus saat pencairan uang sehingga dirut terlibat? "Itu akan kami ungkap dalam pemeriksaan nanti. Sekarang masih penetapan tersangka dan Senin (12/1) besok mulai ada pemeriksaan tersangka dan saksi," ungkapnya.

Jika pemeriksaan sudah berjalan jumlah tersangka akan lebih banyak lagi. Karena masing-masing saat diperiksa akan membuka mata rantainya.

"Lihat saja nanti kalau terlibat ya akan kami jadikan tersangka semua," papar Undang Mugopal.

Kapan keenam tersangka ditahan? "Tunggu saatnya. Mereka akan kami tahan," tegasnya.

Untuk memeriksa Dirut BPR Delta Artha, penyidik tidak pakai minta izin bupati atau gubernur walau bank tersebut milik Pemkab Sidoarjo.

"Mereka akan kami panggil dalam waktu dekat," paparnya.

Terkuaknya kredit macet ini setelah ada laporan yang masuk. Bahwasanya, di beberapa bank pelat merah seperti BPR Delta Artha, Bank Jatim dan Bank Jawa Barat (BJB) terjadi kredit macet. Modua yang dilakukan yakni memalsu aplikask pengajuan.
Dari tiga bank pemerintah, penyidik saat ini masih memfokuskan pada BPR Delta Artha yang paling banyak yakni Rp 12 miliar.

Otak pembobolan di tiga bank yakni Luluk Farida Ishaq memalsukan dokumen pengajuan untuk PNS.

Kredit konsumtif yang diajukan itu nilainya mulai Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Dalam pengajuannya, Luluk memiliki kaki tangan yakni Munawaroh, Atiq Muziati dan Yunita untuk mencari kartu keluarga (KK) dan KTP orang lain.

Selanjutnya, Luluk mencari SK guru sehingga kredit yang diajukan itu seolah-olah untuk PNS.

Padahal SK yang dipakai pengajuan kredit ke BPR Delta Artha itu palsu.

Apakah Luluk dengan pihak bank ada kerja sama? Karena setiap pengajuan kredit selalu ada cek and ricek.

"Itu yang berusaha kami ungkap. Apakah ada kerja sama atau bagaimana," terang Undang Mugopal.

Sementara Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, Nusrin SH, mengungkapkan dari 155 pengajuan kredit yang fiktif mencapai 92 berkas. Uang yang dicairkan totalnnya Rp 12,120 miliar dan yang macet Rp 9,2 miliar. Kredit macet itu lantaran nasabah yang dbawa Luluk tidak membayar.

"Sejatinya uang itu dipakai Luluk semua. Ya hampir 80 persen yang dibawa tersangka Luluk," katanya.

Menurut Nusrin, uang yang cair dipakai untuk menutup utang yang masih tersisa. Istilahnya gali lubang tutup lubang. Penyidik juga menginventarisir kekayaan Luluk karena ada tengara dipakai membeli tanah atau yang lain.

"Setelah pemeriksaan Luluk nanti, akan kami inventarisir seluruh hartanya," paparnya.

Untuk mengungkap siapa saja yang terlibat, penyidik akan memfokuskan pada tersangka Luluk.

Karena Luluk dianggap sebagai kunci untuk menguak siapa saja yang pernah dikasih uang untuk meluluskan kredit.

Selain itu, Luluk yang dianggap sebagai aktor intelektual yang bisa mengatur dana itu cair atau tidak.

"Kami kira Luluk memiliki catatan siapa saja orangnya," ujar Nusrin.

Sementara Dirut BPR Delta Artha, Ratna Wahyuningsih yang dikonfirmasi di kantornya Jl A Yani tidak bisa ditemui.
Petugas security yang ditemui di pintu utama awalnya disuruh
menunggu untuk memastikan apakah bosnya bisa ditemui atau tidak.

"Mohon maaf mas, bu Ratna sedang rapat bersama Sekda di Pemkab Sidoaejo," ungkapnya.(mif)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas