Sebelum Dibunuh Astry Berniat Memutuskan Hubungan dengan Pacarnya
Mereka terkejut melihat Aztry yang sudah tidak bernyawa, mengenakan kebaya merah muda, terbaring dalam peti mati berwarna putih.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, RATAHAN - Begitu jenazah Aztry Yunita Akay tiba di Desa Morea Jaga 1 Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara, Kamis (5/2/2015) sekitar pukul 01.00 Wita, seisi desa pun tenggelam dalam kesedihan.
Warga berusia tua dan muda berbondong-bondong menuju ke rumah duka keluarga Sondakh-Lolowang.
Mereka terkejut melihat Aztry yang sudah tidak bernyawa, mengenakan kebaya merah muda, terbaring dalam peti mati berwarna putih.
Semua yang mengenal Aztry sebagai pribadi yang baik, jatuh iba dengan tragisnya akhir hidup calon pendeta ini.
Ketika matahari terbit Kamis pagi, pemandangan menyedihkan terjelma di desa yang berada di tengah hutan itu.
Ratusan orang mengenakan pakaian hitam di bawah siraman hujan, berjalan menuju rumah duka untuk mengikuti ibadah pemakaman Aztry.
Langkah mereka beradu dengan bunyi lonceng Gereja yang bertalu-talu. Lewat loudspeaker berkumandang lagu-lagu lambat menyayat hati.
Alam juga seakan ikut berduka. Awan hitam enggan beranjak dari atas desa itu. Hujan tumpah saat ibadah pemakaman Kamis siang.
Satu-satunya keriangan dalam rumah duka adalah foto Aztry mengenakan baju wisuda diploma yang terpasang di depan peti jenazah.
Selebihnya adalah ratap tangis.
Yang paling sedih adalah ibu Aztry , Ditri Sondakh (42). Berulang kali ia menjerit, menyebut nama Aztry. "Aztry... Aztry... kiapa dang bagini," ratapnya.
Bagi Ditri, peristiwa itu ibarat dejavu. Arie Akay, ayah kandung Aztry juga tewas dibunuh beberapa tahun silam.
"Ia dibunuh ketika Aztry masih kecil. Aztry sangat sedih ketika itu. Tak disangka peristiwa itu menimpa dirinya," ujarnya.
Menurut Ditri, anaknya sempat pulang untuk mengambil uang biaya skripsi dan wisuda. Rencananya Aztry segera diwisuda.
"Namun nasib berkata lain," ujarnya.
Ditri menyatakan, Aztry sewaktu pulang pada Sabtu pekan lalu sempat curhat padanya tentang Angga.
Aztry mengaku hendak memutus hubungannya dengan Angga. "Ia katakan hendak memutuskan Angga," ujarnya.
Sebelum itu, Aztry sering curhat pada Ditri mengenai hubungannya dengan Angga. Suatu waktu, Aztry pernah mengatakan orangtua Angga tidak setuju dengan hubungan mereka.
Karena itulah, kata Ditri, Aztry memutuskan hubungannya dengan Angga. Makanya Ditri mengaku terkejut saat mengetahui Angga menghabisi anaknya.
Angga pernah beberapa kali datang ke rumah, dan ia kelihatan baik. "Sebelum itu, Angga sudah beberapa kali ke sini, ia kelihatan anak baik," ujarnya.
Ditri meminta aparat agar menghukum Angga seberat-beratnya. "Hukum ia seberat-beratnya," ujarnya.
Nenek dari Aztry, Femmy Lolowang terlihat sangat membenci Angga. Sambil memegang tangan kaku Aztry, Femmy berteriak, "Nanti Oma cari pa dia," ujarnya.
Femmy kesal karena Angga sempat mengirim SMS pada Aztry yang berbunyi, "Ada hadiah terakhir tamo kase pa ngana".
SMS itu ditunjukkan Aztry pada Femmy sesaat sebelum Aztry kembali ke Tomohon pada Senin lalu. "Saya minta dia dihukum berat," kata dia.
Harto Paendong, paman Aztry tidak akan melupakan keponakannya itu. Ia menuturkan, sehari sebelum balik Tomohon, Aztry sempat memimpin ibadah pemuda.
Pada khotbah terakhirnya, Aztry tampak tenang. "Ia juga menguasai khotbahnya dengan baik," ujarnya.
Di matanya, Astry adalah wanita yang baik hati serta ramah, hingga ia tak habis pikir mengapa Angga tega menghabisi Astrid.
"Ia lemah lembut, kok tega dihabisi," ujarnya.
Berty Akay, paman Aztry mengatakan, Aztry sejak awal bercita-cita jadi hamba Tuhan. Hal itu sudah ia tampakkan dalam kerajinannya melayani serta keramahtamahannya kepada sesama. "Namun Tuhan berkehendak lain," ujarnya.
Tangis pecah saat peti mati Aztry hendak ditutup. Ditri seperti enggan peti itu ditutup.
Mereka merangkul jasad Aztry, sambil menangis histeris.
Namun, mereka bisa ditenangkan. Peti itu kemudian diusung hingga ke pemakaman di Desa Morea. (art)