Gusdurian Minta Penyebar Stiker Ajakan Sholat 3 Waktu Tidak Dihakimi
Kasus penyebaran stiker ajak salat 3 waktu oleh Pondok Pesntren Urwatul Wutsqo (PPUW), Jombang mendapat reaksi dari Jaringan Gusdurian (JGD) Jatim.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Kasus penyebaran stiker ajak salat 3 waktu oleh Pondok Pesntren Urwatul Wutsqo (PPUW), Desa Bulurejo, Diwek, Jombang mendapat reaksi dari Jaringan Gusdurian (JGD) Jatim.
Berbeda dengan MUI dan Kantor Kemenag Jombang yang cenderung menghakimi, JGD Jatim justru meminta agar PPUW diajak berdialog. Alasannya, masalah tersebut merupakan ikhtilaf fiqhiyah atau perbedaan ilmu agama Islam.
“Karena itu perbedaan ini hendaknya disikapi secara dewasa dan mengedepankan dialog. Penyikapan menghakimi dalam bentuk penyesatan justru akan menciptakan situasi kontraproduktif bagi kondusifitas Jombang,” kata Koordinator JGD Jatim, Aan Anshori di Jombang, Rabu (15/2/2018).
Aan lantas membeberkan, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqh mengenai diskursus penggabungan salat (jamak).
Ada yang berpandangan menggabungkan salat (dhuhur-asar, maghrib-isya') membutuhkan syarat syar'i dengan alasan ketat. Misal, sakit, dalam perjalanan, kondisi hujan.
Namun kelompok lain berpendapat, nabi pernah melakukan penggabungan salat tanpa terpenuhinya syarat-syarat tadi.
“Masing-masing kelompok merasa mempunyai argumentasi yang kredibel dan otoritatif,” kata Aan.
Itu sebab, lanjut Aan, perbedaan dalam aspek fiqhiyah merupakan hal yang sangat lumrah dalam spektrum hukum Islam.
Dalam konteks kewarganegaraan, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengikuti madzhab ‘fiqh’ yang dianggap tepat.
“Hak tersebut mendapat jaminan sebagaimana tercantum dalam Konstitusi UUD 1945, jaminan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan tercantum dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 28 I ayat (1), (2), dan (4), Pasal 28J ayat (2), dan Pasal 29 ayat (2).
Aan menambahkan, Jombang merupakan kunci dalam urusan toleransi.
Sebagai tempat lahirnya tokoh-tokoh besar Nahdlatul Ulama, setiap pihak perlu memahami, bersikap radikal dan mudah menyalahkan pihak lain bukanlah tradisi NU.
“Semua pihak perlu mengedepankan sikap ‘tawassuth (moderat), ‘tawazzun’ (prporsional), dan ‘i'tidal’ (adil),” kata Aan.
Diberitakan, PPUW stiker berisi dibolehkannya melaksanakan salat 3 waktu. Tak urung, stiker berukuran kecil menghebohkan warga, utamanya kaum muslim di kota santri Jombang.
Sebab, stiker bertuliskan dibolehkannya melakukan salat tiga waktu bagi kalangan tertentu, tanpa perincian secara lebih detil.
Tertulis pada stiker, Salat 3 Waktu, disebut Salat Jamak.
Pelaksanaanya digabung, dzuhur dan ashar dilakukan pada waktu dzuhur. Kemudian salat magrib dan isya' dilakukan pada wakti isya'.
Namun dalam stiker disebutkan salat jamak bisa dilakukan meski tidak bepergian.
Dikatakan, salat 3 waktu diperuntukkan bagi pekerja, pedagang kaki lima, petani dan sebagainya.
"Boleh dilakukan tiap hari meski tidak pergi," tulis stiker.
Pada stiker itu juga tertulis, yang (solatnya dilakukan ketika) pergi, adalah salat Qoshor.
“Yaitu dengan baju najis, tidak berdiri dsb, atau menyingkat empat rakaat menjadi dua rakaat,” tulis stiker tersebut.
Sekretaris MUI Jombang, KH Junaidi Hidayat, menilai, stiker diterbitkan PPUW itu cukup meresahkan masyarakat.
“Kami menyesalkan beredarnya stiker itu, karena berpotensi menyesatkan," kata Junaidi sembari menunjukkan segepok stiker yang ia bawa, Selasa (17/2/2015).
MUI berjanji, dalam waktu dekat ini pihaknya berjanji segera memanggil pengasuh PPUW. Dengan begitu, bisa diketahui alasan PPUW menerbitkan ajakan salat tiga waktu.
"Kami sudah mendapatkan stiker yang meresahkan tersebut. Selanjutnya, kami akan panggil pengasuh PPUW," pungkas Junaidi.