Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Dia, Salak 'Si Buah Ular' dari Sibetan

Papan petunjuk itu dipasang di tepi jalan menuju Desa Sibetan, kawasan agro kebun salak di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Ini Dia, Salak 'Si Buah Ular' dari Sibetan
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Salak (Salacca zalacca) dapat diolah menjadi minuman beralkohol jenis wine. Salak bali dari Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali mempunyai rasa manis, asam dan sepat. 

Tribunnews.com - Papan petunjuk itu dipasang di tepi jalan menuju Desa Sibetan, kawasan agro kebun salak di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali.Bunyinya "ANDA Tiba di Kawasan Wisata Agro Kebun Salak Sibetan".

Salak, si "buah ular" itu, menjadi bagian dari kehidupan warga Desa Sibetan, sekitar 80 kilometer dari Kota Denpasar.

Tanaman buah tropis yang eksotis itu memiliki rasa manis, asam, dan sepat. Mungkin karena kulit buahnya yang bersisik menyerupai kulit ular itu, salak (Salacca zalacca) disebut sebagai snake fruit.

Kabupaten Karangasem, di ujung timur Pulau Bali, memiliki keadaan geografis berbukit dan pegunungan dengan kondisi iklim basah sampai kering. Keadaan itu cocok untuk tanaman salak bertumbuh dan berbuah.

”Menurut cerita, salak tumbuh di Sibetan sejak ratusan tahun lalu. Salak adalah tumbuhan yang dimiliki Jero Dukuh Sakti, leluhur di desa ini,” kata I Nengah Suparta, petani salak di Dusun Dukuh, Desa Sibetan, beberapa saat lalu. Sejak tahun 1920-an, salak semakin banyak ditanam oleh warga Sibetan, selain padi.

Dari pendataan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Karangasem tahun 2014, jumlah tanaman salak di kabupaten itu lebih dari 8,3 juta pohon. Daerah sentra salak terdapat di enam kecamatan, termasuk Kecamatan Bebandem. Dalam musim panen, setiap pohon salak mampu menghasilkan sekitar 4 kilogram (kg) buah salak.

”Tanaman salak di Karangasem terdiri dari beberapa jenis kultivar,” jelas Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Karangasem I Gusti Putu Sukasta. Varietas salak itu antara lain salak gondok, salak nangka, salak nenas, salak gula pasir, dan salak penyalin. ”Namun dari segi rasa, salak di Karangasem dibedakan dua jenis, yakni salak bali dan salak gula pasir,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Salak gula pasir mempunyai rasa manis tanpa rasa asam dan sepat, sedangkan salak bali, yang memiliki beberapa jenis varietas, mempunyai rasa manis, asam, dan sedikit rasa sepat.

Komoditas salak

Harga salak bali lebih murah dibandingkan dengan salak gula pasir. Pedagang salak di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, Ketut Buncing, menyatakan, harga salak gula pasir mencapai Rp 10.000/kg. Harga salak bali hanya Rp 3.000/kg.

”Salak dari Karangasem laris di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Jawa,” kata Buncing, yang juga kerap mengirim salak ke luar Pulau Bali. Saat ditemui, ia sedang mengemas salak untuk dikirimkan dengan truk ke Lombok.

Salak gula pasir dari Karangasem kerap pula dijadikan oleh-oleh khas Bali. Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura berupaya meningkatkan produksi salak gula pasir yang menjadi buah unggulan dari kabupaten itu.

Meskipun demikian, pengembangan salak sebagai komoditas unggulan di Karangasem masih menghadapi kendala, antara lain harga salak sangat berfluktuasi, rentan anjlok terutama pada masa panen raya. Permasalahan harga salak itu turut membuat sejumlah petani salak di Karangasem kembali menanam padi karena harga gabah lebih tinggi dibandingkan dengan harga salak.

Kendala lain dalam produksi dan pemasaran. Petani salak belum mampu memproduksi salak secara kontinu dan baru mampu menjual sampai ke tingkat pengepul.

Halaman
12
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas