Beras untuk Warga Miskin di Jember Disunat, Harusnya Rp 15 Kg Jadi 5 Kg
Padahal berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari Bulog, setiap RTS menerima 15 Kg.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JEMBER - Penerima jatah beras untuk warga miskin atau yang biasa disebut Raskin di Jember tidak menerima utuh 15 Kilogram per rumah tangga sasaran (RTS). Setiap RTS rata-rata menerima 4,5 Kg - 5 Kg dari jatah 15 Kg tersebut.
Padahal berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari Bulog, setiap RTS menerima 15 Kg. Setiap penerima harus menebus Raskin sebesar Rp 1.600 per kilogram.
Ny Munipa (70) warga Jalan Srikaya Kelurahan/Kecamatan Patrang sudah menerima Raskin untuk bulan Januari. Ia menerima sebanyak 4,5 Kg.
"Setiap tahun selalu dapat, memang dapatnya segitu 4,5 kilo," ujar anak Munipa, M Amin, Minggu (15/3/2015).
Kalau menebus polosan, Munipa mengeluarkan uang Rp 7.200. Namun biasanya Munipa memilih mengolah dulu beras Raskin-nya melalui perangkat lingkungan setempat.
Mengolah dalam hal ini adalah memoles kembali beras tersebut. Penerima Raskin biasa memoleskan beras supaya lebih putih kepada tukang selep padi keliling.
"Kalau sudah bukaan. Bukaan itu istilah kalau Raskin datang. Tukang selep keliling itu berdatangan. Punya ibu saya biasanya dipoles lagi, yang moleskan Pak Kampung. Untuk 4,5 Kg biasanya menebus Rp 10.000, itu sudah dipoles. Kalau tidak dipoles, berasnya tidak enak," imbuhnya.
Amin yang tinggal di Kelurahan Mangli Kecamatan Kaliwates juga menerima Raskin. Seperti ibunya, dia juga menerima 4,5 Kg setiap Raskin dibagikan.
Ia juga masih memoleskan berasnya agar enak dikonsumsi keluarganya yang berjumlah empat orang.
"Keluarga saya isinya empat orang, Raskin 4,5 Kg biasanya habis dalam waktu empat hari. Tidak pernah terima 15 Kg," ujarnya.
Wakil Kepala Bulog Sub Divre Jember Rachmawati membenarkan fenomena tersebut. Ia mengaku setiap RTS seharusnya menerima Raskin 15 kilogram.
"Memang ada seperti itu, dengan alasan pemerataan. Kalau seperti itu bukan lagi wilayah kami, karena kalau pedoman dari Bulog memang 15 Kg per RTS. Kalau ada pemerataan itu biasanya kebijakan di desa," ujar Rachma.
Penulis: Sri Wahyunik
Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok.
LIKE Facebook Page www.facebook.com/SURYAonline