Seni Memanah Gaya Mataram Diminati Asing Tapi Dilupakan Negeri Sendiri
“Sekarang ini tidak lebih sebagai seni budaya. Padahal jemparingan pernah ikut bertanding di Turki maupun Yordania dalam ajang panahan tradisional,”
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Angga Purnama
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Dengan segala keunikan serta keelokannya keberadaan Jemparingan atau seni memanah gaya Mataram, terbilang semakin terlupakan di tengah kehidupan kaum urban.
Pembina padepokan sekaligus empu senjata Mataraman, Tubagus Ali Musthofa, mengatakan Jemparingan merupakan salah satu seni tradisi Yogyakarta yang saat ini masih eksis. Seni ini sempat masuk cabang olahraga di Pekan Olahraga Nasional (PON), tapi kini tidak lagi.
“Sekarang ini tidak lebih sebagai seni budaya. Padahal jemparingan pernah ikut bertanding di Turki maupun Yordania dalam ajang panahan tradisional,” ujarnya saat ditemui Tribun Jogja di padepokannya, Minggu (15/3/2015).
Menurut pelatih yang sudah memegang busur sejak usia tujuh tahun itu, keberadaan Jemparingan yang mendunia menarik minat atlet panah tradisional dari Malaysia, Vietnam, bahkan Thailand. Mereka rela berlatih di Yogyakarta sebagai basis jemparingan gaya Mataram. Sayangnya jemparingan tidak terlalu menjadi minat atlet dalam negeri untuk mempelajarinya.
“Untuk itu kami berharap pemerintah semakin memperhatikan seni ini. Sehingga jemparingan semakin populer di Indonesia,” pinta Tubagus Ali Musthofa.
Hal serupa juga disampaikan Whani Darmawan, pegiat wirawisata panahan tradisional. Menurutnya dengan dukungan aktif pemerintah, masyarakat tidak lagi awam dengan seni jemparingan.
“Sebenarnya ketertarikan masyarakat cukup tinggi, terbukti setiap kali tour di padepokan ini antusiasmenya tinggi. Hanya sayangnya kurang publikasi serta perhatian dari pemerintah,” ungkapnya.