Wabup Situbondo Berharap 'Jangan Ada Asyani-Asyani Lagi'
Wakil Bupati Situbondo Rachmad berharap, kasus Nenek Asyani adalah kasus terakhir di Kabupaten Situbondo.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM. SITUBONDO— Wakil Bupati Situbondo Rachmad berharap, kasus Nenek Asyani adalah kasus terakhir di Kabupaten Situbondo. Dia mengaku tidak ingin kasus serupa muncul pada masa yang akan datang.
"Saya berharap ini adalah kasus terakhir, jangan ada Asyani-Asyani lagi," kata Rachmad, Selasa (17/3/2015).
Rachmad menjelaskan, kawasan hutan Kabupaten Situbondo masuk di tiga wilayah Perhutani, yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Probolinggo Timur, KPH Bondowoso Utara, dan KPH Banyuwangi Utara.
"Kita tidak bisa menutup mata, banyak penduduk kita yang mata pencahariannya masih bergantung pada hutan. Ada yang memanfaatkan lahan Perhutani sebagai tumpang sari," ungkap dia.
Untuk itu, Pemkab Situbondo tidak pernah berhenti melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Kami tidak pernah berhenti untuk terus sosialisasi (mengenai) bagaimana pentingnya memperlakukan hutan sebagai media yang baik, melestarikan hutan dengan menerima manfaatnya, tetapi bukan berarti memperlakukan hutan semaunya," kata dia.
Asyani (70) adalah warga Dusun Krastal, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng. Sehari-hari, Nenek Asyani hanya bekerja sebagai tukang pijat. Dia dituduh mencuri kayu di lahan milik Perhutani setempat, dan ditetapkan sebagai tersangka.
Bahkan, pada tanggal 15 Desember 2014 lalu, Nenek Asyani bersama tiga tersangka lainnya, yakni Ruslan (23), Cipto (43), dan Abdus Salam (23), dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan setempat untuk menjalani proses persidangan.
Akhirnya, setelah sekitar tiga bulan merasakan dinginnya hotel prodeo, permohonan penangguhan penahanan Asyani bersama tiga terdakwa tersebut dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo.
Saat ini, Nenek Asyani bisa berkumpul dengan keluarganya kembali, meskipun masih harus menghadapi persidangan selanjutnya. (Kontributor Jember, Ahmad Winarno)