Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan Jadi Tersangka Bantuan Sosial
Adik kandung Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang juga Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan jadi tersangka dana bansos Rp 11,4 miliar anggaran 2012 dan 2013.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Negeri Bengkulu menetapkan Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana bantuan sosial Rp 8,2 miliar pada 2012 dan Rp 3,2 miliar pada 2013.
Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu, Wito, mengatakan dalam kasus yang sama, jaksa penyidik sudah menetapkan belasan tersangka lainnya. Sehingga total tersangka dalam kasus bansos tahun 2012 dan 2013 ada 15 orang.
"Total ada 15 tersangka. Sebelumnya, delapan tersangka sudah lebih dulu ditetapkan dan sudah ditahan," kata Wito kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (19/3/2015).
Tersangka dalam kasus ini di antaranya mantan Kabag Kesra Surywan Halusi, Kabag Kesra Almizan, Bendahara DPPKA Kota Novrianto, asisten pribadi Wali Kota Adrianto Himawan, pihak swasta Edo, mantan Sekda M Yadi, Kepala DPPKAD Syaferi Syarif dan Bendahara Bansos Satria Budi.
Sedangkan tersangka lainnya adalah Helmi Hasan yang tidak lain adik Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Wakil Wali Kota Bengkulu Patriana Sosialinda, anggota DPD RI yang juga mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi.
Ketua DPRD Bengkulu periode 2009-2014 Sawaludin Simbolon, Wakil Ketua DPRD Irman Sawiran, anggota DPRD Kota Bengkulu Shandi Bernando, dan Direktur BUMD Ratu Agung Niaga Diansyah Putra.
Penyidik menemukan bukti proses pembahasan APBD, evaluasi, pelaksanaan hingga pertanggung jawaban yang menyimpang dari Permendagri 32 tahun 2011 dan Permendagri 39 tahun 2012 maupun UU nomor 17 2003 tentang keuangan negara serta Permendagri 13 tahun 2006. Di mana dalam Pasal 1 butir 15 dan 16 Permendagri nomor 32 tahun 2011 disebutkan pemberian bansos tak untuk sembarangan orang.
"Permendagri itu sifatnya selektif tidak semua orang diberikan dan harusnya pihak penerima wajib memberikan pertanggung jawaban pada walikota melalui kepala dinas. Tapi kenyataan tidak ada," tambah Wito.