Sering Tidur di Masjid, Dua Turis dari Rusia Ini Akhirnya Jadi Mualaf
Mereka sudah 6 bulan keliling kota-kota di Jawa, sebelumnya juga kunjungi Malaysia 3 bulan.
Editor: Sugiyarto
Laporan Tribun Jateng, Vania Putri
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG- Dua pelancong Rusia bernama Anton Krotov (39) dan Alexey Kuleshov (23) mengunjungi kantor redaksi Tribun Jateng di Kota Semarang, Rabu 8 April 2015, sore.
Mereka sudah 6 bulan keliling kota-kota di Jawa, sebelumnya juga kunjungi Malaysia 3 bulan.
Anton Krotov (39) sudah mengunjungi 89 negara sedangkan Alexey Kuleshov (23) juga sudah mendatangi 26 negara.
Keduanya adalah orang Rusia bertetangga, sama-sama traveler atau pelancong.
Mereka menjelajahi dunia untuk cari pengalaman, memperluas wawasan dan selanjutnya mendokumentasikan hasil perjalanan dalam bentuk buku maupun tulisan. Anton masih lajang sedangkan Alexey sudah menikah.
Anton yang brewokan mengaku, semula dia bukanlah pemeluk Islam. Namun dalam banyak perjalanan ke beberapa negara di sering tidur di masjid, karena memang tak ada biaya.
Dari keseringan menginap di masjid itu lama-lama dia melihat sendiri aktivitas orang orang muslim kemudian tertarik untuk mempelajari kemudian mencoba mengamalkannya.
Akhirnya Anton memutuskan masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat tahun 2001 silam. Sedangkan Alexey baru 3 tahun lalu menyatakan diri masuk agama Islam, juga ketika dalam pelancong.
Anton adalah mantan jurnalis Russian Newspaper, namun hanya bertahan 1 tahun dan kembali melakukan petualangannya.
Tak hanya sekedar jalan-jalan, kedua pria itu telah mencetak buku petunjuk wisata yang menceritakan pengalaman mereka dan tips-tips bagi para traveler lain.
Anton telah menerbitkan 42 buku, sedangkan Alexey baru menerbitkan 1 buku yang menceritakan perjalanannya di Myanmar.
Meski begitu, bukunya tidak ia jual secara bebas. Ia hanya mencetak beberapa saja untuk dibagikan ke sahabat. Selebihnya, Ia hanya ingin mengabadikan momen perjalanannya lewat buku tersebut.
Anton menceritakan, untuk melakukan semua petualangannya itu tidak membutuhkan banyak biaya, semuanya ia lakukan dengan gratis.
Wah, kok bisa? rupanya dua pria mualaf itu memiliki trik agar bisa jalan-jalan gratis.
"Saya berprinsip siapapun bisa melakukan perjalanan seperti kami selama memperhatikan beberapa hal, satu, harus yakin pada diri sendiri bisa melakukan hal itu, dua, memiliki banyak waktu, tiga, mudah beradaptasi di segala tempat dan kondisi, tidak gengsi untuk menumpang atau tidur di manapun, empat, yakinlah bahwa Tuhan akan selalu membantu kita, jika kita baik kepada semua orang maka mereka pun akan baik dengan kita dan membantu kita, lima, hindari kebiasaan menonton tv, jangan merokok atau minum alkohol supaya badan tetap fit, enam, mulailah dari daerah-daerah terdekat jangan langsung pergi ke tempat yang jauh, contoh jika anda dari Semarang, kunjungi saja dulu Demak, Kudus, atau Surabaya baru melangkah lebih jauh," jelasnya.
Diakui Anton memang tidak semua negara memiliki kemudahan akses, ia merasakan di beberapa negara seperti di Eropa ia kesulitan karena sistem birokrasi.
Namun, ia selalu berusaha berterus terang dengan pihak birokrasi tentang kondisinya, ia pun tetap mengurus surat-surat penting seperti visa dan paspor.
Untuk masalah transportasi, mereka menumpang dari satu truk ke truk lain atau menyetop mobil-mobil pengangkut sayur.
"Saya tidak mungkin menyetop motor, karena bawaan saya banyak, tas saya besar. Saya selalu coba tumpangi mobil atau truk, bahkan saya pernah menumpang truk sayur. Karena saya sulit berbicara bahasa Indonesia, saya hanya menunjukkan peta pada sopir dan bilang terus..terus..belok..terus..stop begitu, pakai bahasa isyarat," ceritanya sambil tertawa.
Sekarang ini, Anton tertarik pada sejarah Islam terutama kisah-kisah Walisongo. Hal itulah yang mendasari mereka menginjakkan kaki ke Indonesia.
Tidak ada target khusus perjalanan yang ia lakukan. Ia hanya ingin menambah pengalaman di sisa hidupnya.
"Jika anda ingin tahu tentang dunia, kunjungilah bukan lewat televisi. Televisi hanya menampilkan yang bagus-bagus saja, tapi ketahuilah dunia begitu besar dan beragam. Jangan tunda hingga usia kalian menua karena waktu tak akan kembali," katanya memberikan pesan.
"Perjalanan ini bukan untuk mendapatkan rekor dunia, tapi murni untuk menikmati hidup, everything is possible." ujar Anton yang lebih fasih berbahasa Inggris. Sejak berada di Indonesia, Anton lebih suka mengenakan pakaian batik dan sarung.
"Saya suka batik, dan sarung karena di Indonesia iklimnya panas, saya juga terkesan dengan Indonesia. Semua orangnya baik dan ramah, belum pernah saya menemui orang Indonesia yang bersikap buruk terhadap kami berdua, mereka senang membantu."
Hingga saat ini Anton tidak tahu kapan perjalanan ini akan berakhir, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk menjadi seorang traveler sejati yang ia sebut Freedom Traveler. Bagaimana apakah Anda akan mencoba triknya? (tribunjateng/vania putri)