Gara-gara Tatakan Gelas, Dua Pedagang Kopi Masuk Penjara
Beruntung hakim berkumis tebal itu mampu menahan rasa harunya saat membacakan vonis kasus dugaan pencurian ringan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Mata hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, Sutadji, memerah. Air mata nyaris menetes dari kelopak matanya. Beruntung hakim berkumis tebal itu mampu menahan rasa harunya saat membacakan vonis kasus dugaan pencurian ringan dan penghinaan ringan antara dua penjual kopi.
"Hakim berkeyakinan, pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa adalah adil dan setimpal. Perkara yang saat ini disidangkan hanya karena jualan kopi. Apakah kasus ini mau digantung? Mau dipenjara? Saya berharap kedua ibu ini bisa kembali jualan kopi bersama-sama. Kalau pelapor tidak puas silakan mengambil langkah hukum. Kalau terdakwa pasti senang," ujar Sutadji.
Hal itu disampaikan setelah Sutaji memvonis Sarniti (47) dengan denda Rp 2.000 dan hukuman 7 hari penjara dengan masa percobaan 15 hari. Artinya, Sarniti tidak harus menjalani kurungan jika dalam 15 hari tidak mengulangi perbuatannya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Rabu (21/5), hakim menilai Sarniti bersalah karena melakukan penghinaan kepada Marlis Tanjung (50). Pada saat yang sama, hakim tidak menemukan bukti kuat terkait pencurian tatakan gelas kopi. "Terdakwa hanya salah mengambil tatakan gelas secara tidak sengaja. Ia juga telah meminta maaf dan mengembalikan tatakan yang ia ambil," kata Sutadji.
Bagi Sutadji, kasus ini merupakan kasus paling sederhana pertama yang pernah ia tangani. Kendati demikian, kasus ini penting dan harus diselesaikan dengan penuh keadilan. Mantan hakim Pengadilan Negeri Jepara itu berujar, walau sebagian orang menganggap hal ini sederhana, bagi kedua penjual kopi, hal ini sangat penting.
Kasus bermula ketika kedua pedagang kopi di Pasar Pasir Gintung, Marlis dan Sarniti, berselisih paham. Cekcok keduanya disebabkan persoalan tatakan gelas yang digunakan sebagai alas gelas untuk minum kopi.
Letak warung keduanya sangat dekat, hanya berjarak kurang dari 10 meter. Warung milik Sarniti berada di kanan jalan, berseberangan dengan warung Marlis. Agustus 2014, Marlis menuding Sarniti mengambil sebuah tatakan gelas miliknya. Marlis mengetahui hal itu dari tanda cat biru di tatakan gelas yang ia temukan di lapak milik Sarniti. Namun, Sarniti berdalih ia tidak sengaja dan salah mengambil.
Adu mulut tersebut berujung pada tindakan penganiayaan yang dilakukan Marlis. Marlis yang terbakar emosi sempat mendorong kepala dan menarik jilbab Sarniti. Marlis juga melempar satu sisir pisang ke gerobak Sarniti sehingga kaca gerobak pecah.
Saling lapor
Tak terima dengan tindakan Marlis, Sarniti lantas melaporkan Marlis ke polisi dengan tuduhan perusakan dan penganiayaan. Marlis pun melaporkan Sarniti ke polisi dengan tuduhan pencurian dan penghinaan.
Namun, karena laporan Sarniti lebih dahulu diterima, pengaduan Marlis ditunda. Laporan Sarniti yang diproses lebih awal berujung pada vonis 1 bulan penjara potong masa tahanan bagi Marlis. Februari 2015, Marlis harus mendekam di penjara selama 1 minggu dan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Seusai menjalani hukuman, Marlis kembali mengadukan kasusnya. Marlis masih tidak terima dirinya dipenjara karena pengaduan Sarniti. "Saya hanya ingin dia (Sarniti) merasakan apa yang saya rasakan. Dia juga bersalah. Saya berharap dia mendapat hukuman sesuai dengan pasal yang dikenakan. Dia jelas-jelas menghina saya dan mencuri tatakan gelas saya," tutur Marlis ketika ditemui beberapa hari menjelang sidang putusan.
Kasus dugaan pencurian tatakan gelas ini sempat mendapat perhatian publik di Bandar Lampung. Banyak pihak menyayangkan kasus sepele karena salah ambil tatakan gelas harus berakhir di meja hijau.
Wali Kota Bandar Lampung Herman HN pun mengupayakan jalur damai bagi kedua belah pihak. Sedikitnya sudah ada delapan upaya perundingan damai, tetapi semuanya berakhir buntu.