Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tembok Keraton Yogyakarta Kini Dipenuhi Coretan Cat Semprot

Hampir di semua sudut kota yang memiliki luasan 3.250 hektare terkena aksi corat coret yang tak jelas tujuannya kecuali mengotori pemandangan kota.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tembok Keraton Yogyakarta Kini Dipenuhi Coretan Cat Semprot
Tribun Jogja/Dwi Nourma Handito
Coretan vandal di beberapa sudut Keraton Yogyakarta meski sudah diberi papan peringatan, aksi corat-coret tetap terjadi di cagar budaya yang ada di komplek Keraton Yogyakarta. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dwi Nourma Handito

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Yogyakarta belum terbebas dari aksi vandalisme. Hampir di semua sudut kota yang memiliki luasan 3.250 hektare terkena aksi corat coret yang tak jelas tujuannya kecuali mengotori pemandangan kota.

Aksi vandalisme menyasar dinding-dinding dan bangunan yang ada di komplek Keraton Yogyakarta. Di antaranya dari Plengkung Nirbaya atau Gading, Bastion Tembok keraton, kemudian bangunan cagar budaya dan obyek turisme utama Kota Yogyakarta yakni komplek Tamansari.

Masuk kategori vandalisme adalah coretan tulisan umumnya berupa simbol komunitas tertentu, kode, nama individu atau kelompok. Seni mural yang memiliki konsep tentu tidak masuk dalam kategori vandalisme.

Tribun Jogja (Tribunnews.com Network) mengunjungi beberapa sudut komplek Keraton tengah pekan kemarin, dari pantauan tersebut ditemukan aksi vandalisme yang cukup memperihatinkan.

Seperti yang ada di bagian atas dalam Pojok Beteng Kulon sebelah Selatan, coretan-coretan cat semprot mengotori putihnya warna tembok terluar Keraton tersebut.

Coretan tersebut masih terlihat baru, coretan bertuliskan nama dan juga inisial yang diduga kuat adalah inisial kelompok-kelompok tertentu.

Bergeser ke tempat lain, yakni di plengkung Nirbaya, pemandangan yang sama dapat dilihat, papan peringatan yang sudah terpasang pun nampaknya tidak mempan untuk mencegah terjadinya aksi vandal.

Terdapat banyak coretan yang sebagian sudah coba dihilangkan dengan cara dicat ulang, namun masih terlihat jelas bagaimana corat-coret membekas.

Lebih parahnya lagi selain menyasar dinding, corat-coret yang ada di plengkung Nirbaya juga menyasar lantai yang berada di atas terowongan plengkung.

Tak hanya corat-coret dengan mengunakan cat semprot, vandal yang ada di plengkung Nirbaya juga dilakukan dengan mengunakan spidol.

Disana aksi vandal dapat mudah ditemukan, seperti di Pulau Cemeti yang berlokasi di belakang pasar Ngasem, bangunan yang berwarna coklat tersebut jika didekati dan diamati banyak dipenuhi coretan-coretan.

Kondisi yang ada saat ini mengundang keprihatinan berbagai pihak, terutama pihak yang masih sangat menjunjung Keraton sebagai pusat budaya dan sejarah Jawa. Seperti yang diungkapkan oleh Nana, pegiat sosial yang mencoba mengkampanyekan perlawanan terhadap vandalisme di Yogyakarta termasuk di komplek Keraton.

Ditemui beberapa waktu lalu, wanita berjilbab itu menyebutkan bahwa saat ini aksi vandalisme tidak hanya menyasar tempat umum saja dan sudah ke benda cagar budaya termasuk Keraton yang dalam sejarah dan budaya Jawa sangat dihormati.

"Harus ada tindakan tegas serta pengawasan, kalau sekarang masih belum terlalu parah bukan tidak mungkin aksi vandal akan terus membesar suatu saat nanti," ujarnya.

Selama ini berbicara mengenai masalah vandalisme selalu mengarah kepada anak muda yang suka corat coret sembarangan.

Bahkan tidak sedikit kemudian menimbulkan kesalahpahaman dengan para seniman yang juga membuat karya di ruang publik, seperti mural dan street art.

Menurut salah seorang seniman street art yang berdomisili di Yogyakarta, Adit Herehere para seniman biasanya melihat tempat yang akan digunakan untuk menuangkan ekspresi seni mereka.

Adit pun menyebutkan bahwa di komunitas street art terdapat aturan bahwa mereka tidak akan membuat karya di benda cagar budaya termasuk yang berada di komplek Keraton.

"Kami paham bahwa cagar budaya bukan tempat untuk membuat karya, kami mengerti itu dan kami menghargai karena cagar budaya memiliki nilai sejarah," ujar pria kelahiran 1991 ditemui tengah pekan kemarin.

Tentang para pelaku vandalis di bangunan cagar budaya, Adit menyebutkan beberapa kali ia pernah memergoki aksi pelaku.

"Pernah bertemu, mereka hanya sekedar corat-coret. Rata-rata usia SMP, SMA, namun ada juga yang sudah tidak sekolah," ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas