Barang-barang Antik Menghiasi Rumah Mewah Bupati Muba Pahri Azhari
Masuk ke ruang VVIP bagian kiri, benda-benda antik lain ditemukan. Sebuah piringan hitam, jam dinding, telepon, serta mesin tik kuno.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Rumah pribadi Bupati Musi Banyuasin (Muba), Pahri Azhari, yang terletak di pertigaan Jalan Supeno dan Jalan Kartini Palembang, mengundang perhatian masyarakat, Minggu (21/6/2015).
Saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan, masyarakat yang lalu lalang menyempatkan singgah di pinggir trotoar. Jalanan yang biasanya sepi pun mendadak macet.
Selain ingin mengetahui kejadian yang sedang berlangsung, masyarakat yang bertanya umumnya belum mengetahui jika empunya rumah adalah orang nomor satu di kabupaten terkaya se-Sumsel. Kediaman Pahri memang berbeda dengan rumah di sekitarnya. Berkonsep Rumah Limas berlantai dua khas Sumsel, dinding itu didominasi oleh kayu.
"Lantai satu dijadikan restoran franchise. Itu ada papan namanya, Kedai Tiga Nyonya. Kalau di bagian atas khusus rumah tempat tinggal," kata salah satu penjaga yang tak menyebutkan nama saat dikonfirmasi Sriwijaya Post (Tribunnews.com Network), Selasa (22/6/2015).
Pahri dan istrinya Lucianty memang baru membuka kedai di pertengahan April lalu, sehingga tak banyak memang yang mengetahuinya kecuali kalangan tertentu.
Luas rumah kayu itu lebih kurang 600 meter. Ketika memasuki halaman bawah, nuansa tempo dulu sudah mulai terasa. Orang yang datang langsung disajikan arsitektur dan ornamen berbeda. Sebagian besar memang terbuat dari kayu jati yang didatangkan khusus dari Pulau Jawa. Barang etnik khas zaman dulu. Seperti deretan rantang yang ditempel ke dinding bagian kiri ruang makan. Kemudian di bagian atas tampak dipajang sejumlah lampu petromaks yang memang sangat jarang ditemukan saat ini.
"Ibu memang suka barang-barang antik sejak lama. Katanya, barang-barang antik memiliki nilai seni yang sangat tinggi," papar penjaga rumah itu lagi.
Menurut penuturan orang-orang yang sudah bertandang ke rumah itu, isinya memang membuat pasang mata bergerak-gerak memandang. Misalnya saja Phonograph Cylinder, alat pemutar musik tempo dulu dengan corong mirip Bunga Terompet. Ciptaan Thomas Edison yang populer tahun 1877-1929 itu mejeng di meja rumah Pahri.
Lalu mesin kasir dari Belanda merk National yang diproduksi pada tahun 1295. Uniknya lagi, meskipun benda-benda ini terbilang uzur, namun masih bisa difungsikan.
Masuk ke ruang VVIP bagian kiri, benda-benda antik lain ditemukan. Sebuah piringan hitam, jam dinding, telepon, serta mesin tik kuno. Sedangkan ruang VVIP di bagian kanan, bisa ditemukan sebuah televisi kuno berukuran 20 inch, Lesung dan piringan hitam yang masih hidup.
Lemari pakaian dengan kaca elips, ukiran di kusen pintu atau jendela, bahkan tirai lawas pun dipajang. Ada pula kain songket dengan berbagai motif dan kain bersejarah maupun anyar, mendapat tempat khusus di rumah Pahri. Timbangan besi tradisional berukiran naga, atau tempat lilin hingga Hio, tempat abu yang terbuat dari kuningan. Mata pengunjung memang disuguhkan ketika menatap benda unik yang tak bisa ditemui sekarang ini. Seakan kembali ke masa lalu, benda-benda antik itu menyimpan cerita sendiri.
Bagi penikmat kuliner dengan tempat yang unik, Kedai Tiga Nyonya tak asing lagi jika dikunjungi. Sebab nama serupa juga bisa dijumpai di daerah lain di Indonesia. Seperti Kedai Tiga Nyonya di kawasan Menteng Jakarta. Pemilik franchise-nya memang menjual akulturasi tiga budaya di setiap tempat. Yakni Indonesia, Belanda dan Tionghoa. Selain masakannya yang khas akan bumbu dan bahan baku tradisional. (mg5)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.