Perjuangan Ipda Friska Untuk Menjadi Perwira Polri Tidaklah Mudah
Menjadi perwira polisi memang sudah menjadi cita cita Inspektur Polisi Dua (Ipda) Friska Nufrida.
Editor: Budi Prasetyo
P
TRIBUNNEWS.COM.SEMARANG, - Menjadi perwira polisi memang sudah menjadi cita cita Inspektur Polisi Dua (Ipda) Friska Nufrida. Perwira polisi remaja yang baru saja dilantik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ini pun tak kuasa menahan haru saat dia dan ratusan rekannya membaca sumpah dipimpin Jokowi di Lapangan Bhayangkara Akpol Semarang, Kamis (30/7/2015).
Setelah prosesi lempar bunga ke udara, Ipda Friska langsung memeluk erat ibu dan ayahnya, mencium tangan kedua orangtuanya itu. "Jujur saya terharu mas, bahagia," kata Friska kepada Tribun Jateng, kemarin.
Namun ternyata perjuangan Friska menjadi perwira Polri tidak mudah. Tahun 2010, dia sempat mengikuti seleksi Akpol namun dinyatakan tidak lulus.
Kuatnya tekad untuk mengabdi kepada negara dan masyarakat membuat Friska tak patah arang. Di tahun yang sama, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan anggota Brigadir Polri.
"Setelah dinyatakan tidak lulus Akpol, saya daftar bintara (Brigadir Polri), dan tidak lulus lagi. Namun saya tidak patah semangat," katanya.
Tahun berikutnya, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan taruni Akpol dan dinyatakan lulus.
Setelah diambil sumpah dan dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo, perasaan Friska campur aduk. Ada rasa senang, bangga dan sedih.
Sedih karena harus berpisah dengan teman teman, pembina, dan pengasuh. Selama empat tahun digembleng, susah senang sama-sama dan harus terpisah untuk melaksanakan tugas. Sedih juga rasanya," kata dara asal Malang, Jawa Timur ini sembari menyeka air yang membasahi matanya. "Saya siap ditugaskan dimana saja, harus selalu siap," ujarnya.
Kisah lain diungkapkan oleh lulusan terbaik Akpol. "Mungkin Tuhan sudah merencanakan saya menjadi polisi". Itulah kalimat yang diucapkan oleh Inspektur Polisi Dua (Ipda) Fauzy Pratama.
Peraih lulusan terbaik Akademi Kepolisian 2015 dan penghargaan Adhy Makayasa ini rupanya pernah ditolak oleh berbagai universitas negeri ternama di Indonesia.
Saat lulus kelas tiga SMA Taruna Nusantara, pria berasal dari Desa Cipendei, Subang, Jawa Barat ini bercita-cita ingin menjadi dokter.
"Saya pilihannya ada dua waktu itu, ingin jadi dokter atau sarjana teknik kimia," kata Fauzy, kemarin.
Namun berbekal kemampuan dan peringkat lulusan terbaik dari sekolahnya, Fauzy justru tidak lolos seleksi masuk universitas ternama. Dia mengaku heran lantaran predikat lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara yang disandangnya justru "mental" saat dirinya mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri.