Pengibar Bendera 17 Agustus di Ponpes Syaichona Moh Cholil Pakai Sarung dan Bakiak
Derap serempak gerakan kaki tiga santri pengibar bendera beralas bakiak memecah keheningan di halaman gedung sekolah ponpes, lokasi digelarnya upacara
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Cinta tanah air tak selalu diungkapkan dengan berpakaian mewah dan perlengkapan modern.
Cukup pakai sarung dan bakiak seperti yang dilakukan 3.000 santri Ponpes Syaichona Moh Cholil, Kelurahan Demangan dalam melaksanakan upacara peringatan Hari Kemerdekaan ke-70 Indonesia, Senin (17/8/2015).
Derap serempak gerakan kaki tiga santri pengibar bendera beralas bakiak memecah keheningan di halaman gedung sekolah ponpes, lokasi digelarnya upacara.
Ribuan santri dan santriwati khidmat meresapi detik-detik pengibaran Bendera Merah Putih.
Pemimpin Upacara yang juga Wakil Pengasuh Ponpes Syaichona Moh Cholil, KH Nasih Aschal dalam petikan pidatonya menyatakan, meraih kemerdekaan tidaklah mudah, tidak semudah menggelar upacara rutin setiap 17 Agustus.
"Para pejuang memeras pikiran dan tenaga. Meninggalkan keluarga demi tercapainya cita-cita bangsa. Semoga jiwa dan pikiran para pejuang selalu terpatri dalam diri kita," katanya.
Usai upacara, pria yang akrab disapa Ra Nasih itu mengatakan, momentum Hari Kemerdekaan harus dijadikan bahan refleksi untuk evaluasi memperbaiki diri sebagai anak bangsa yang cinta tanah air.
"Kalau sekarang korupsi malah menjadi hal yang biasa. Padahal, para pejuang susah payah untuk mengusir para penjajah hanya untuk merebut dan memproklamirkan kemerdekaan negeri ini," katanya.
Menurutnya, ia sengaja menggelar upacara dengan menggunakan sarung dan memutuskan tiga santri pengibar bendera menggunakan bakiak, sebagai bentuk kesederhanaan.
"Kesederhanaan bukanlah penghambat untuk mencapai kemerdekaan. Bambu runcing, kaki tanpa alas, dan minimnya pasokan makanan tidak menyurutkan tekad pejuang mengusir penjajah," paparnya.