Bocah SMP Coba Bobol ATM dan Kartu Kredit Terinspirasi Film
Terinspirasi film Plastic, seorang anak SMP asal Pemalang menjadi carder, pencuri uang kartu kredit milik orang lain.
Editor: Y Gustaman
Laporan Tim Tribun Jateng
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Modus pembobolan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dan kartu kredit menjamur. Yang terbaru adalah memperjualbelikan kartu kredit atau kartu ATM kloningan beserta PIN (nomor identitas pribadi) di internet.
Alkisah, sekelompok mahasiswa Inggris, Sam, Fordy, Yatesy, dan Rafa melakukan kejahatan carding kartu kredit (card fraud). Mereka berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara ilegal. Data dicuri dengan berbagai cara yakni mencuri kartu kredit dari pemiliknya, membuat kloning kartu, dan bekerjasama dengan seorang oknum karyawan perusahaan kartu kredit.
Ketika membeli barang menggunakan kartu kredit ilegal, Fordy harus menyamar menggunakan jenggot dan kumis palsu agar tidak dikenali. Kisah nyata empat mahasiswa tersebut tersebut dikemas dalam sebuah film berjudul 'Plastic' yang dirilis 2014 lalu.
Kisah kejahatan dunia maya tidak hanya terjadi di Inggris. Belum lama ini, Polda Metro Jaya mengungkap kejahatan kloning kartu debit. Bahkan carder, sebutan pelaku aktivitas carding, juga telah mengantongi PIN ATM. Saat menguras isi ATM korban, carder menyamar layaknya Fordy. Tidak menggunakan jenggot dan kumis palsu, tapi pelaku memakai rambut palsu.
Cerita lain datang dari Jawa Tengah. Seorang anak SMP asal Pemalang, sebut saja Yoga, ramai dibahas di dunia maya karena menjadi carder. Tribun Jateng mencoba mengonfirmasi Yoga melalui telepon. Sayangnya nomor dia sudah tidak aktif. Selanjutnya, Tribun mencoba menghubungi melalui email, namun email gagal diterima.
Dari sebuah forum Kaskus terungkap, Yoga menggunakan kartu kredit milik FW, warga Jakarta, pada 5 Agustus lalu demi sebuah topi seharga Rp 102.800 yang dibeli di sebuah toko online. Data kartu kredit diakui Yoga didapat dari sharing informasi di sebuah grup Facebook.
Namun apes bagi Yoga, FW mendapatkan pesan singkat pemberitahuan pembelian tersebut. Tidak merasa membeli topi, FW lantas mencari data informasi pembeli dari pihak toko online. Dan hasilnya data nama, alamat lengkap, nomor telepon, dan email pembeli didapatkan.
FW lantas menghubungi Yoga melalui pesan singkat, Facebook, dan email. Dalam percakapan keduanya, Yoga mengaku mendapatkan data kartu kredit FW dari orang lain. "Pak F sumpah saya enggak tahu apa. Saya dapat cc Pak F dari orang share di grup (Facebook). Uang sudah refund, saya mengaku salah. Jangan dilaporkan ke sekolah," begitu Yoga mengiba agar FW tidak melaporkan kasus ini ke pihak polisi dan sekolah.
Yoga mengatakan dirinya hanya iseng. Pernah sebelumnya mencoba order menggunakan kartu kredit orang lain namun gagal.
"Saya sudah dua kali mencoba order dari cc di grup tapi gagal. Maaf Pak sekali lagi saya minta maaf. Saya sangat menyesal dan kapok Pak. Gak tahu bakal kayak begini," kata Yoga sebelum menutup akun Facebooknya.
Tribun mencoba menelusuri keberadaan website yang menjual kloning kartu debit atau kredit. Hasilnya cukup mencengangkan.
Tanda XXX
Ada ratusan website yang menyediakan kloning kartu. Namun tidak semua menyediakan kartu kredit atau debit asal Indonesia. Kebanyakan carder asal Indonesia tidak memilih kartu warga Indonesia agar tidak mudah tertangkap polisi.
Tribun mencoba masuk beberapa website. Setiap memasuki web, pengunjung harus melakukan registrasi untuk membuat sebuah akun. Saat registrasi pengunjung harus mengisi username, password, dan email. Namun ada website hanya memberikan kode untuk masuk ke toko pembelian.
Setelah registrasi, pengunjung kemudian masuk (login). Ada penjual yang langsung menunjukkan data nasabah. Namun ada juga pengunjung yang harus mengaktifkan akun Bitcoin terlebih dahulu dan melakukan sejumlah pembayaran sebelum penjual memberikan data nasabah.
Tribun mencoba chatting menggunakan bahasa Inggris dengan admin sebuah website penjual. Ketika ditanya apakah mereka menjual kartu dari Indonesia? Admin menjawab,"No bro". Tribun kembali bertanya apakah ada orang Indonesia yang membeli kartu dari website tersebut, admin menjawab singkat, "Yeah."
Ketika ditanya berapa minimum order untuk pembayaran melalui Bitcoin (BTC) dan Western Union (WU), admin tersebut membalas, "BTC10usd, WU350". Berdasarkan pencarian www.who.is, lokasi hosting domain website berada di Amerika.
Minimal pembayaran berbeda-beda, melalui Bitcoin minimal pada kisaran 10 sampai 50 dolar AS, MoneyGram minimal 200 dolar AS, sedangkan melalui Western Union minimal 400 dolar AS. Selain itu juga pembayaran bisa melalui Perfect Money, WebMoney, dan Paymer.
Penjual memberikan data kartu berupa nomor magnetic strip, tanggal expire, nama pemegang kartu, level kartu, jenis kartu (debit atau kredit), alamat, kota, negara, kevalidan, dan harga. Namun data tersebut tidak serta merta dibuka seutuhnya. Penjual memberikan tanda xxx untuk menutupi sebagian data.
Di data tersebut ada kartu beberapa warga asal Jawa Tengah, di antaranya yakni asal Semarang, Pati, Kebumen, Wonogiri, dan Pekalongan. Rate harga setiap kartu kisaran 7 dolar AS hingga 26 dolar AS. Level kartu yang mulai Infinite, platinum, classic hingga business. Penjual tidak menjamin besaran uang yang berada di dalam kartu. Carder melakukan gambling saat membeli kartu tersebut. Dari penelusuran www.who.is, hosting domain penjual berada di Beijing, Tiongkok.