Kisah Haru Juru Ketik Manual yang Bertahan di Tengah Jaman Komputer
Di zaman yang serba digital ini, sebagian besar masyarakat telah beralih menggunakan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya.
Editor: Sugiyarto
Tak hanya untuk mengetik dokumen-dokumen pajak, bahkan sampai laporan praktikum mahasiswa-mahasiswa kala itu. Sehari, puluhan dokumen sudah mengantri untuk diketik.
"Dahulu laris sekali, dari mengetik dokumen-dokumen, bahkan sampai laporan praktikum mahasiswa dulu UNY apa UGM. Mesin tik ini dulu saya beli Rp300.000, yang lumayan mahal, dan sampai sekarang menjadi andalan saya," senyum Tini.
Namun, zaman telah berubah. Lebih dari dua dekade, perkembangan teknologi komputer sangatlah pesat. Orang lebih memilih komputer untuk menyelesaikan urusan tulis menulis, ataupun pekerjaan kantornya.
Kini ketika semua orang memiliki komputer mereka sendiri, mesin tik tak lagi digunakan.
Orderan ketikan Tini mulai sepi, jasa pengetikan manualnya mulai dilupakan.
Pelanggan-pelanggannya seluruhnya telah beralih menggunakan komputer. Namun, kendati jasanya sepi, Tini tak lantas berputus asa.
Ia terus menekuni jasa pengetikan manualnya.
Sekolahkan Anak
Bukan hanya alasan mesin tik yang kuno dan telah jadi barang usang, namun mata pencahariannya hanya berasal dari situ.
Berkat mesin tiknya, tak hanya ia dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, bahkan dapat menyekolahkan anak-anaknya, sampai dapat bekerja sekarang.
Tini sempat putus asa, dan memutuskan untuk menutup jasa pengetikan manualnya. Semenjak berpisah dengan suaminya pada tahun 2003, Tini hidup menyendiri.
Kesedihan yang merundungnya menjadi alasan utama baginya berhenti.
Namun kesedihan tak berlangsung lama. Ketika ia berhenti bekerja, ternyata masih banyak pelanggan jasanya menghubunginya, dan mendesaknya untuk membuka kembali usahanya.
Sampai ia bertemu seorang mahasiswa yang berniat memakai jasanya, dan rela menyusul di kediamannya di Bantul.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.