SMS saat akan Wukuf Jadi Permintaan Maaf Terakhir Khafsoh kepada Sang Suami
Empat dari enam anggota jemaah haji embarkasi Solo Kloter 62 asal Kota Semarang yang dikabarkan menghilang akhirnya telah teridentifikasi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Empat dari enam anggota jemaah haji embarkasi Solo kelompok terbang (Kloter) 62 asal Kota Semarang yang dikabarkan menghilang akhirnya telah teridentifikasi.
Kasubag Humas Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Solo, Gentur Rachma Indriadi mengatakan keempat orang ini ditemukan sudah meninggal dunia karena ikut menjadi korban tragedi Mina.
"Keempatnya sudah dirilis oleh Kementerian Agama dan ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, hari ini," ujar Gentur kepada Tribun Jateng (Tribunnews.com Network), Jumat (2/10/2015).
Keempat anggota jemaah haji yang meninggal dunia yakni Khafsoh Maktub Ilyas, Rita Saadah, Suimah Khasan Kusman, serta Hadi Murti Wibisono.
Dua warga Kota Semarang lainnya, yakni Soegeng Triyanto dan Ahmat Khalimin Sambudi masih belum teridentifikasi.
Sebelumnya sesuai data resmi Kemenag, dari kloter yang sama terdata 2 jemaah meninggal yaitu Sri Prabandari dan Susimah Slamet Abdulah.
Tribun kemarin langsung mengunjungi rumah satu korban asal Semarang yakni Khafsoh Maktub Ilyas.
Ratusan warga sudah berkumpul di Jangli Krajan RT 10 RW 6, Karanganyar Gunung, Candi Sari, Semarang selepas salat isya. Disitulah Khafsoh Maktub Ilyas pemandu haji yang ikut meninggal dalam tragedi Mina yang terjadi Kamis (24/9/2015).
Ratusan remaja hingga orang tua hadir dan turut membaca surah Yasin dan mendoakan kepergian wanita yang juga seorang guru di MTs Negeri 2 Semarang tersebut. Ia meninggalkan seorang suami dan seorang anak.
"Terakhir istri saya menghubungi saya ketika akan wukuf, ia SMS minta izin, doa, sekaligus meminta maaf," terang Ahmad Farid suami Khafsoh.
Sebelum meninggal pasangan suami istri itu memang lebih sering maaf memaafkan.
Farid menjelaskan, ketika berangkat, dari embarkasi, saat akan kegiatan, istrinya selalu berpamitan via SMS dan meminta maaf. Meski demikian menurutnya itu hal yang wajar dan tak tersirat sedikit pun akan berpisah selamanya.
"Dalam berumah-tangga memang harus sering maaf memaafkan karena tentu ada khilaf dalam menjalankan tugas sebagai ayah atau suami," terangnya.
Saat mendengar adanya tragedi Mina dia sudah menyiapkan batin untuk menghadapi kondisi istrinya dalam dua pilihan, sakit atau meninggal. Ia menerangkan, memang tidak seharusnya rombongan dari Indonesia melempar jumrah waktu itu.
"Dari informasi yang saya dapat memang saat itu jadwalnya untuk orang-orang besar dari negara Timur Tengah," terangnya. Farid dan putranya merasa sudah ikhlas.
Farid memang tampak tegar, sepintas dia mampu menutupi kesedihan yang dialaminya. Begitu juga dengan Fuad, putra semata wayang mereka. Pemuda yang bersekolah di MAN 2 Kudus itu menyatakan mengingat betul pesan terakhir ibunya.
"Sebelum ibu berangkat, beliau berpesan untuk menjaga salat lima waktu dan terus meningkatkan ibadah," imbuh Fuad. (Gap/har)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.