Angka PHK di Malang Naik Tiga Kali Lipat
Data yang diperoleh dari Disnakertrans Kota Malang menyebutkan sudah ada 1.271 buruh yang terkena PHK dan pensiun dini sejak Januari-Oktober 2015.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Surya, Samsul Hadi
TRIBUNNEWS.COM, KLOJEN - Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pensiun dini di Kota Malang meningkat drastis pada 2015 ini.
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Malang, mencatat hingga Oktober 2015 ini sudah ada 1.271 buruh yang terkena PHK maupun pensiun dini dari perusahaan.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kota Malang, Kasiyadi, menyampaikan bahwa jika dibandingkan 2014 memang angka PHK dan pensiun dini di Kota Malang naik tiga kali lipat.
"Salah satu faktor penyebabnya kondisi ekonomi yang lesu," katanya, Sabtu (10/10/2015).
Data yang diperoleh dari Disnakertrans Kota Malang menyebutkan sudah ada 1.271 buruh yang terkena PHK dan pensiun dini sejak Januari-Oktober 2015.
Penyumbang PHK dan pensiun dini paling besar di Kota Malang pada 2015 ini, yakni, perusahaan rokok Bentoel.
Dikatakannya, dari 1.271 angka PHK di Kota Malang, sebanyak 1.200 orang merupakan karyawan Bentoel.
Mereka terkena program pensiun dini dari perusahaan.
"Oktober ini juga ada program pensiun dini khusus divisi marketing dan sopir di Bentoel. Pekerja dari Kota Malang yang terkena pensiun dini pada Oktober ini hanya 10 orang," ujar Kasiyadi.
Angka PHK dan pensiun dini pada 2015 ini memang naik hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (2014).
Pada 2014, Disnakertrans Kota Malang mencatat hanya ada 509 orang terkena PHK dan pensiun dini.
Dari angka itu, sekitar 300 orang merupakan karyawan Bentoel yang terkena pensiun dini.
Selain itu, juga ada sekitar 70 orang karyawan PT Tobbaco Indonesian yang terkena PHK. Selebihnya, karyawan dari perusahaan lain yang juga terkena PHK.
"Kalau 2013, angka PHK di Kota Malang sangat kecil. Kira-kira hanya sekitar 45 orang yang terkena PHK," katanya.
Menurut Kasiyadi, banyaknya angka PHK dan pensiun dini di pabrik rokok karena dipengaruhi faktor regulasi.
Tetapi, Kasiyadi enggan menjelaskan secara rinci soal regulasi yang menyebabkan pabrik rokok memberlakukan program pensiun dini besar-besaran mulai 2014 hingga 2015.
"Bukan kewenangan saya untuk menjelaskan soal itu," ujarnya.
Selain itu, kata Kasiyadi, kondisi ekonomi yang lesu akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar juga membuat perusahaan harus mengambil jalan pintas pengurangan tenaga kerja untuk mengurangi beban operasional.
Menurutnya, daya beli masyarakat menurun akibat harga barang-barang kebutuhan pokok terus naik.