Dengan Suara Bergetar, Wakil Ketua DPRD Demak Minta Dibebaskan dari Dakwaan Korupsi
Duduk tegak, Budhi Achmadi membacakan pembelaannya atas tuntutan jaksa terhadapnya di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (13/10/2015).
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Zainal Arifin
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Duduk tegak, Budhi Achmadi membacakan pembelaannya atas tuntutan jaksa terhadapnya di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (13/10/2015).
Meski terlihat tegar, suara terdakwa kasus dugaan korupsi dana Bantuan partai politik (Banpol) untuk Partai Golkar Demak itu terdengar bergetar.
Dalam pembelaannya yang ditulis dalam 6 lembar itu, Budhi menyampaikan kronologi kasus yang menyeret dirinya.
Hal itu murni bukan kesalahannya. Oleh karenanya, Wakil Ketua DPRD Demak itu meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya.
"Atas dasar semua keterangan saksi dan bukti, saya mohon majelis hakim membebaskan saya dari semua tuntutan jaksa".
"Semoga Allah memberikan petunjuk kepada majelis hakim untuk memberikan vonis bebas kepada saya," kata Budhi, dalam pembelaannya.
Budhi meyakini jika dirinya tidak bersalah dalam kasus yang didakwakan kepadanya ini.
Dia menuturkan, sebelum menjadi masalah, pihaknya telah berkonsultasi dengan pegawai Kesbangpolinmas selaku instansi yang menangani penyaluran dana banpol.
"Saya memerintahkan Bendahara Sutejo, untuk berkonsultasi pembuatan laporannya".
"Termasuk juga saat ada masalah dan diminta mengembalikan kerugian. Kita konsultasi dan menghitung kerugiannya," ujarnya.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, pada 2010 telah timbul kerugian negara sebesar Rp 80 juta.
Oleh Budhi, jumlah tersebut kemudian dikembalikan ke negara menggunakan uang pribadinya.
Perhitungan serupa dengan nominal yang sama juga terjadi pada 2011.
"Saya punya tanggungjawab moral untuk mengembalikan kerugian negara menggunakan uang pribadi sebesar Rp 80 juta pada 2010 dan 2011".
"Meski mengembalikan, itu bukan sebagai bentuk pengakuan atas perbuatan yang dituduhkan," ucapnya.
Atas kesaksian auditor BPKP pada sidang sebelumnya, Budhi mempertanyakan.
Pasalnya, audit kerugian BPKP yang menyatakan ada sebesar Rp 224,4 juta dalam kasus ini tidak berdasar audit investigasi namun hanya menghitung dari data sekunder yang diberikan penyidik kepolisian.
Sementara itu, penasehat hukumnya, Theodorus Yosep Parera menambahkan, fakta-fakta dalam kasus ini telah terungkap dalam persidangan.
Ada 3 permasalahan hukum yang terjadi, yaitu penggunaan dana Banpol yang tidak sesuai, laporan dibuat fiktif dan adanya kerugian negara Rp 224,4 juta.
"Berdasarkan Permendagri nomor 24/2009 yang menjadi acuan penyaluran dana Banpol, disebutkan partai wajib melaporkan penggunaan dananya".
"Jika tidak melaporkan, maka dikenai sanksi administrasi. Yaitu bantuan dihentikan untuk tahun berikutnya," jelas Yosep.
Oleh karenanya, Yosep menegaskan, kesalahan dalam penyaluran dana banpol tidak bisa dipidanakan karena disebutkan sanksinya adalah administrasi.
Terlebih lagi, pada 2012 justru Partai Golkar Demak telah kelebihan dalam pengeluarannya sebesar Rp 10,4 juta.
"Meski 2010-2011 fiktif, tapi hal itu karena sistem. Terdakwa tidak tahu jika ternyata laporan itu dibuat fiktif oleh pembuatnya Agus Indharto".
"Termasuk karena sistem, partai harus menalangi dulu. Hal itu justru merupakan perbuatan baik," tandasnya.
Atas diprosesnya kasus ini ke pidana, Yosep menganggap ada tindakan kriminalisasi hukum oleh jaksa. Menurutnya, kasus yang dialami terdakwa Budhi tidak seharusnya terjadi.
"Terdakwa tidak terbukti bersalah, sehingga benar dan baik jika majelis hakim membebaskan terdakwa.
"Selain itu, kami mohon majelis hakim memerintahkan uang yang dititipkan sebagai pengganti kerugian negara agar dikembalikan," pintanya. (*)