Pentas Seni Kolosal Meriahkan Peringatan Hari Jadi ke-64 Kulonprogo
Upacara Hari Jadi ke-64 Kulonprogo dimeriahkan oleh para seniman-seniwati yang memainkan sendra tari kolosal bertajuk "Hadeging Praja Kulonprogo"
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yoseph Hary W
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Upacara Hari Jadi ke-64 Kulonprogo dimeriahkan oleh para seniman-seniwati yang memainkan sendra tari kolosal bertajuk "Hadeging Praja Kulonprogo", di Alun-alun Wates, Kamis (15/10/2015) sore.
Para peserta upacara, termasuk bupati, wakilnya, para pejabat dan masyarakat menyaksikan sajian yang menggambarkan awal mula munculnya pemerintahan Kulonprogo itu dalam balutan busana Jawa.
Meski tidak dihadiri Gubernur DIY Sri Sultan HBX, prosesi tetap berjalan semarak.
Salah satu adegan yang menarik perhatian peserta dalam kolosal itu adalah hadirnya dua orang mengendarai sepeda onthel di tengah-tengah masyarakat.
Dua orang yang berperan sebagai pemimpin itu kemudian disambut meriah setelah dua wilayah, Adikarto dan Karangkemuning, bergabung menjadi satu wilayah Kulonprogo.
Selain pertunjukan itu, upacara hari jadi tersebut juga dilaksanakan dengan tata cara dan sambutan berbahasa Jawa.
Bupati Hasto Wardoyo mengatakan di hari jadi ke-64 Kulonprogo telah banyak berkembang. Sampai saat ini sudah bisa mencapai visi-misi dalam program pembangunan.
Selain sudah mulai mandiri, Kulonprogo juga sehat tidak hanya secara fisik tetapi juga di berbagai lini.
"Kondisi demikian juga mendasari Kulonprogo untuk bisa melanjutkan berbagai megaproyek termasuk bandara," kata Hasto.
Melalui sambutan tertulisnya, Gubernur DIY mengingatkan bahwa Keraton Yogyakarta pernah memberikan tombak pusaka "Kanjeng Kyai Amiluhur". Saat itu tepat di hari jadi Kulonprogo ke 49 pada 2000.
Sesuai budaya jawa, pusaka menjadi lambang budaya berhias agama.
"Secara simbolisme punya arti mendalam, sengkuh, utuh dan tangguh, bermakna asah-asih dan asuh bagi seluruh warga Kulonprogo," kata Gubernur dalam sambutan itu.
Disebutkan bahwa Kyai Amiluhur memiliki kekuatan luhur untuk mendukung berdirinya bandara baru.
Dengan tombak berdapur baru cetot dan pamor kulit semangka, sandaran kayu waru gunung dan berangka kayu sonokeling, seluruh abdi negara, aparatur, dan masyarakat harus satu tekad mewujudkan cita-cita Kulonprogo.
Pusaka yang tak lain adalah milik Sultan HB VIII itu juga menjadi lambang dwi-tunggal kaprajan jawa. Tujuannya adalah menyatukan wilayah, pejabatnya dan masyarakatnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.