Siapapun yang Memecah Belah Abdi Dalem Harus Keluar dari Keraton
Perselisihan antar Abdi Dalem di Keraton Kasultanan Yogyakarta menimbulkan keprihatinan bagi para Kerabat Keraton.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jogja, M. Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Perselisihan antar Abdi Dalem di Keraton Kasultanan Yogyakarta menimbulkan keprihatinan bagi para Kerabat Keraton.
Puncaknya, terjadi perbedaan pendapat pada rencana pelaksanaan Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Benteng pada peringatan 1 Sura.
Para Abdi dalem keprajan (abdi dalem berlatar belakang Pegawai Negeri Sipil/PNS, pensiunan pejabat pemerintah, kepolisian, militer, dan lainnya), berencana menggelar Mubeng Benteng 1 Sura sesuai penanggalan Masehi atau pemerintah yakni Selasa (13/10/2015) malam.
Sementara para Abdi Dalem Punokawan (abdi dalem dari kalangan masyarakat umum yang bertugas di Keraton), mengikuti penanggalan Sultan Agungan atau kalender yang diikuti oleh Keraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Namun upaya para abdi dalem keprajan tersebut berhasil dicegah oleh para Kerabat Keraton. Mereka diminta untuk tidak saling berselisih dan tetap bersatu dalam pelaksanaan Mubeng Benteng sesuai kalender Sultan Agungan.
"Saya sangat sayangkan para Abdi Dalem-Abdi Dalem ini. Saya menganggap ada para Penghageng yang kurang beres," kata Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) Prabukusumo atau Gusti Prabu sebelum pemberangkatan ritual Tapa Bisu Mubeng Benteng, di Keben, Keraton, Rabu (14/10/2015) malam.
Pada forum terbuka itu, Gusti Prabu mempertemukan Sekretaris Paguyuban Abdi Dalem Keprajan, KMT Condropurnomo dengan Ketua Panitia Mubeng Benteng Keraton, KRT Gondohadiningrat.
Kedua pihak diminta untuk bersalaman dan berdamai, disaksikan para abdi dalem lain dan ribuan warga yang hadir.
"Saya mohon Abdi Dalem harus rukun, ada luput sedikit saling mengingatkan. Jadi harus rukun, tidak boleh pecah belah. Siapapun yang memecah belah harus keluar dari Keraton," tegas Gusti Prabu usai pemberangkatan, kepada wartawan.
"Saya tidak mau para Abdi Dalem punya pikiran buruk, iri, dengki dan sebagainya. Saya ingin Abdi Dalem dan masyarakat semua punya pikiran mulia," katanya.
Ia menjelaskan, ritual Mubeng Benteng ini bermula memang dari masyarakat khususnya para Abdi Dalem Keprajan. Kemudian berkembang diikuti para Abdi Dalem Punokawan dan masyarakat umum.
Begitu pula kepanitiaannya juga sudah ditangani para Abdi Dalem dan masyarakat sejak lama dan tak pernah berubah.
Mereka terdiri dari para Abdi Dalem Keprajan, Abdi Dalem Punokawan, Paguyuban Lurah Dukuh, kelompok masyarakat, dan tokoh masyarakat.