Siapapun yang Memecah Belah Abdi Dalem Harus Keluar dari Keraton
Perselisihan antar Abdi Dalem di Keraton Kasultanan Yogyakarta menimbulkan keprihatinan bagi para Kerabat Keraton.
Editor: Dewi Agustina
"Entah ada apa kok tiba-tiba ada yang membikin sendiri, dan memilih sebagai ketua Kanjeng Gondho (KRT Gondohadiningrat). Kemudian kemarin juga saya panggil Kanjeng Gondho ke rumah saya, dan saya sampaikan kalau dia hanya jadi mainan," ungkapnya.
"Jadi Abdi Dalem itu enggak boleh dipermainkan, yang kurang dekat dengan Ngarso Dalem merasa tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan Ngarso Dalem terus disingkirkan, itu tidak boleh. Abdi dalem harus rukun, kalau ada yang tidak bener saling mengingatkan. Jangan diadu domba," tegasnya.
Ia juga menyinggung keterlibatan Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY yang turut terlibat dalam ritual ini.
Menurut Gusti Prabu, siapa saja boleh bergabung mengikuti ritual Mubeng Benteng Keraton, namun tidak boleh terlalu jauh melibatkan diri hingga mengubah yang telah ada.
"Dinas Kebudayaan juga perlu tahu, kepanitiaan ini ada aturannya. Jadi jangan sampai kepanitiaan yang sudah bertahun-tahun diganti begitu saja. Sebab ada paguyuban-paguyuban yang nyengkuyung di sana," katanya.
Kabid Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan DIY, Erlina Hidayati, saat ditemui usai acara mengatakan, kehadiran pemerintah dalam acara ini hanya dalam konteks mendukung pelestarian budayanya.
Karena lampah budaya Mubeng Benteng ini sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Nasional.
"Jadi, kami harus mendukung pelestariannya," ujarnya.
Terpisah, Yayasan Songsong Boewono juga menggelar acara refleksi malam 1 sura di Ndalem Pujokusuma, Mergangsan.
Awalnya mereka berencana menggelar topo bisu sendiri, namun dibatalkan. Melainkan, acara diganti dengan doa bersama dan potong tumpeng.
Menurut Ketua Yayasan Songsong Boewono KRT Pujodiningrat yang adalah Cucu HB VIII, Topo Bisu adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat, yang berkeinginan mendoakan Rajanya beserta Keraton.
Maka pihaknya menyayangkan jika ada pihak-pihak di internal Keraton, yang dinilai telah intervensi kegiatan masyarakat tersebut. Terlebih telah mengambil alih ritual dari masyarakat itu ke Keraton.
"Kalau Topo Bisu diambil alih Keraton itu keliru, sebab ide ini kan dari masyarakat bukan dari Keraton. Makanya apakah beliau-beliau ini belum paham, saya enggak tahu," katanya.