Lusono Keliling Jalanan Yogyakarta Bawakan Geguritan
Geguritan atau puisi Jawa adalah salah satu hasil kebudayaan yang adiluhur dari nenek moyang.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Geguritan atau puisi Jawa adalah salah satu hasil kebudayaan yang adiluhur dari nenek moyang.
Namun, karena arus modernisasi yang cepat, masuklah kebudayaan-kebudayaan modern yang lebih diminati, sehingga budaya-budaya tradisional seperti geguritan semakin ditinggalkan.
Berbekal keprihatinan tersebut, KRT Akhir Lusono Wibaksodipuro melakukan aksi Gurit On The Street dengan membacakan karya sastra Gurit sambil berkeliling jalanan dan di beberapa tempat di kota Yogyakarta.
Ia mengatakan, tujuannya melakukan aksi Gurit On The Street adalah untuk mendekatkan dan mensosialikan kembali geguritan yang kini mulai pudar, kepada masyarakat, terutama generasi muda.
"Saat ini budaya gurit ini sudah mulai redup, tergerus arus modernisasi. Boleh saja budaya modern, namun jangan lah kebudayaan yang nenek moyang kita ciptakan beratus-ratus tahun lalu menjadi hilang," ujar Lusono, Minggu (25/10).
Dengan membawa sound system sederhana dan alat musik organ, Lusono beserta rombongannya menggunakan mobil bak terbuka yang dimodifikasi, berkeliling kota Yogyakarta.
Ia membacakan sebanyak 300 buah puisi atau gurit dan menyanyi tembang-tembang tradisional Jawa.
Beberapa tempat yang disambanginya seperti Taman Budaya Yogyakarta (TBY), kantor Tribun Jogja, dan sampai titik Nol Kilometer di Malioboro.
Lusono memakai kostum belangkon dan surjan, menyuguhkan keindahan dari geguritan puisi Jawa yang merupakan karyanya, kepada masyarakat yang berkunjung ke tempat tersebut.
"Saya membacakan 300 buah Geguritan karya saya sendiri, kepada masyarakat Yogyakarta. Aksi ini untuk mendekatkan Geguritan yang penuh wewarah atau ilmu keutamaan yang dapat dijadikan teladan," ujarnya.
Dalam Geguritan karyanya, Lusono mencoba mengangkat kondisi atau masalah-masalah yang terjadi saat ini.
Antara lain keadaan musim yang tak menentu, pembangunan besar-besaran sampai keprihatinan dirinya terhadap budaya yang mulai luntur, termasuk juga tentang percintaan dan filosofi hidup.
Ia pun mencoba membuat Geguritan di sela aksinya.