Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Profesor Zeily Nurachman, Penemu Sistem Kelas Bebas Asap

Profesor Zeily Nurachman adalah sosok dibalik teknologi sederhana system kelas bebas asap.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Profesor Zeily Nurachman, Penemu Sistem Kelas Bebas Asap
Tribun Jambi/Aldino
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo didampingi Ibu Iriana saat meninjau SDN 181 Jelutung Jambi, Jumat (30/10/2015). Tinjauan tersebut merupakan salah satu agenda kunjungan Presiden Jokowi ke Jambi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Di kalangan awam, nama Profesor Zeily Nurachman tentu asing. Siapa sangka, ia adalah sosok dibalik teknologi sederhana system kelas bebas asap. Kini teknologi itu diadopsi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diterapkan di sembilan provinsi.

Zeily merupakan guru besar Fakultas MIPA Institut Teknologi Bogor (ITB). Kemarin, Tribun Jambi (Tribunnews.com Network) berkesempatan berbincang dengannya di Hotel Abadi.

Sosok berkacamata ini tampak low profile. Ia menceritakan awal penemuan teknologi tersebut saat ia bersama beberapa rekannya sesama ilmuwan. Penelitiannya bahwa filter ikan (akuarium) bisa dimodifikasi untuk menghalau kabut asap.

"Di ITB teman-teman bilang kamu kan punya ide banyak. Saya coba postingkan lewat Facebook, dilihat saudara di Sumatera di Kalimantan. Filter ikan hias bisa digunakan untuk menghalau asap mudah ditemukan di toko ikan hias, harganya hanya Rp 15 ribu," bebernya.

Hingga akhirnya, temuan ini sampai ke petinggi negara yang tengah mencari rumusan untuk mengurangi korban ISPA akibat paparan asap.

Prof Zeily menjelaskan, pada dasarnya pembuatan ruang bebas asap ini menggunakan filter dari dakron berupa alat filter yang biasa digunakan pada saringan akuarium.

"Dakron berfungsi sebagai filter, gunanya menahan dan menangkap asap. Yang menangkap ada air yang menempel," katanya.

Berita Rekomendasi

Secara sederhana ia memaparkan cara kerja sistem ini. Cara yang tentunya bisa dipraktikan di rumah atau ruangan lainnya. Ventilasi ruangan harus ditutup dengan filter dakron. Dakron ini pada bagian luarnya dibasahi dengan air kapur. Atau bisa juga menggunakan air abu yang berfungsi menangkap gas COx, NOX dan Sox.

Di dalam ruangan juga dipasang akuarium berisi ikan dan alga. Selain itu di dalam ruangan diletakkan tanaman dalam pot.

"Karena porinya masih ukuran besar masih ada yang masuk, akuarium lah yang bekerja, alga makanannya ya itu," paparnya.

Selanjutnya di salah satu sisi ventilasi udara juga dipasang exhaust fan untuk membawa udara yang masuk agar keluar. Kipas angin juga diperlukan untuk menyebar asap yang ada di dalam ruangan agar menempel di filter dakron. Ia memberi catatan, agar dakron dibasahi setiap tiga jam sekali.

Properti tersebut bisa dibongkar pasang disesuaikan dengan kondisi asap.

"Dari hasil uji coba di Sumatera Barat di beberapa ruang kelas cukup efektif menurunkan ISPU di dalam ruangan kelas. Jadi rumah sebagai bunker pelindung asap," katanya.

Ia mengaku sempat banyak yang mengkritik efektifitas sistem ini. Ia mengatakan, ini bukan temuan pertamanya yang sampai ke Jokowi. Ia juga pernah menyampaikan hasil penelitiannya ke Presiden tentang tanaman alga yang bisa menghasilkan minyak.

Dari hasil penelitiannya, bahwa benih alga bisa mengkonversi CO2 menjadi minyak. Bahkan hasil risetnya, dalam satu hektare areal laut jika dibenihi dengan alga akan mampu menghasilkan 80 ribu liter minyak per tahunnya. Ini mengalahkan minyak kepala sawit.

Terkait temuannya ini ia mengaku sempat dimarahi oleh seorang arsitek.

"Kamu hati-hati, kalau salah ini negara," ujarnya menirukan.

Namun ia mantap dan yakin bahwa idenya tidak salah. Tapi hanya butuh pembuktian.
"Ternyata kemarin berhasil," katanya senang.

Baginya adalah risiko ilmuwan jika penelitiannya diterima atau ditolak. Namun selalu ada makna positif yang bisa diambil.

"Yang penting kita lakukan dulu baru evaluasi. Saya tidak tahu komentarnya Pak Jokowi, yang jelas baru hari ini saya salaman dengan Pak Jokowi. Itulah yang kami lakukan," katanya.

Dibalik bencana asap ini ia menekankan bahwa ini ujian yang bernilai positif.

"Di dalam musibah ada berkah. Kalau tidak begini orang Indonesia tidak akan pandai. Saya melihat ini sebagai tantangan positif, dari pada kita mengeluh nggak selesai masalahnya," tuturnya. (dedi nurdin)

Sumber: Tribun Jambi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas