Sekelumit Cerita Penari Tuna Rungu dari Bali
Bengkala sangat luar biasa dan unik. Mereka ada Sekaa Janger Kolok merupakan seni janger dari tuna rungu yang mayoritas berumur lansia
Editor: Adi Suhendi
Cerita Penari Tuna Rungu dari Bali Tanpa Mendengar Irama
Laporan Wartawan Tribun Bali, Luh De Dwi Jayanthi
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Menari tak selalu mengikuti irama musik.
Itulah yang dilakukan kaum tuna rungu.
Mereka menari mengikuti gerakan dari suara dalam tubuh, teriakan dalam tubuh.
Adalah Tebo Aumbara (26) yang mengungkapkan pernyataan ini seusai pementasan tarian kontemporer yang dilakukan penyandang tuna rungu di Shankara Resto, Sanur, Denpasar, Bali, beberapa waktu lalu.
Tebo, seorang koreografer, tertarik melatih tarian untuk ditarikan kaum tuna rungu.
Anak-anak tuna rungu di Desa Bengkala, Buleleng, diajarkan menari kontemporer dengan menirukan gerak-gerak dari alam.
Selama sebulan, Tebo menggali potensi seni tari masyarakat tuna rungu yang terdiri dari 24 kepala keluarga itu.
“Bengkala sangat luar biasa dan unik. Mereka ada Sekaa Janger Kolok merupakan seni janger dari tuna rungu yang mayoritas berumur lansia,” ceritanya penuh semangat.
Tebo pun berpikir mengapa tidak ada seni tari pemuda dan anak-anak tuna rungu?
Tebo kemudian mengajak pemuda dan anak-anak tuna rungu untuk melakukan casting.
Melalui casting itu, Tebo bisa membuat konsep latihan tarian kontemporer yang akan dia sajikan di panggung Balai Desa Bengkala.
“Ada yang berbeda saat melatih orang yang normal dengan mereka (tuna rungu). Mereka tak bisa mendengar musik, lalu saya berinisiatif mengajak langsung ke alam,” tutur Tebo.