Akun Medsos Rahasia KPAID Pantau Pelaku Kejahatan Terhadap Anak
Ada cara khusus yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang dalam memantau pelaku kejahatan terhadap anak
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Sumsel, M Syah Beni
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG- Ada cara khusus yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang dalam memantau pelaku kejahatan terhadap anak melalui media sosial.
Diakui Adi Sangadi, KPAID memiliki akun media sosial yang bersifat anonim untuk memantau cara-cara pelaku kejahatan terhadap anak dalam melancarkan aksinya.
"Akun ini membantu kita mengetahui modus-modus baru yang digunakan pelaku kejahatan," terangnya, Selasa, (8/12/2015).
Meski bukan untuk pencegahan terjadinya tindak kejahatan terhadap anak namun menurut Adi setidaknya KPAID tidak kecolongan jika ada modus baru yang digunakan.
Ditambahkannya, dari akun media sosial ini juga KPAID memantau prilaku anak-anak di dunia maya.
Sebelumnya, Adi mengatakan bahwa media sosial menjadi faktor penyumbang terhadap tindakan kekerasan kepada anak.
Menurutnya tren peningkatan kasus kekerasan pada anak akibat media sosial mulai terjadi sejak tahun 2013.
"Kekerasan pada anak seperti anak menjadi korban kekerasan seksual dan anak pelaku melawan hukum," ujarnya
Ia mencontohkan dalam tahun 2013 dari 79 kasus kekerasan seksual yang terjadi beberapa diantaranya akibat maraknya penggunaan internet.
"Bermula dari maraknya warung internet. Terus berkembang penggunaan smartphone. Aktivitas anak di dunia maya semakin sulit dipantau," jelasnya.
Lanjutnya, modus dari pelaku kejahatan terhadap anak melalui media sosial seperti menggunakan akun palsu dan mengajak korbannya kenalan.
Pelaku memainkan psikologis anak-anak yang masih mudah terpengaruh hanya karena mendapatkan perhatian yang lebih.
"Akhirnya ketemuan dan terjadilah kekerasan seksual," terang Adi
Demikian pula anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Tren peningkatan juga terjadi sejak tahun 2013.
Ini dipengaruhi maraknya geng motor dan suporter sepakbola.
"Dahulu (2009 sampai 2012) anak yang berhadapan dengan hukum itu masih bersifat konvensional, artinya mereka mencuri, menodong, atau berkelahi."
"Sejak tahun 2013 anak berhadapan hukum lebih modern lagi. Misalnya karena ikut geng motor atau suporter sepakbola," jelasnya.