Napi yang Tewas Akibat Bentrok di Lapas Kerobokan Pernah Jadi Pegawai Honorer
Robot merupakan satu dari dua korban tewas dalam bentrok antarnapi di Lapas Kerobokan, Kamis (17/12/2015) sore.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Suasana sunyi terasa di kediaman I Putu Sumariana alias Robot di Jalan Kebo Iwa Utara, tepat 200 meter ke selatan dari Balai Banjar Robokan, Desa Padangsambian Kaja, Denpasar Barat, Bali, Kamis (17/12/2015) sekitar pukul 22.30 Wita.
Sejumlah kerabat yang sudah mengenakan pakaian adat Bali madya tampak duduk di teras rumah.
Terlihat saudara kandung Robot, Made Muatika, sedang duduk di teras rumah tempat biasa ia bercanda ria sebelum Robot mendekam di Lapas Kerobokan sekitar 4 tahun yang lalu.
Muatika dan sejumlah kerabatnya menyambut baik kedatangan Tribun Bali (Tribunnews.com Network).
Lelaki berusia 20 tahun itu, dengan wajah sedih bercerita, ia sama sekali tak menyangka kakak kandungnya akan meninggal kemarin.
Robot merupakan satu dari dua korban tewas dalam bentrok antarnapi di Lapas Kerobokan, Kamis (17/12/2015) sore.
"Sama sekali tidak ada firasat apa-apa. Tadi dengar kabar kematian Robot dari saudara sebelah. Kami shock mendengar kabar itu," ucap Muatika dengan nada lirih.
Dengan langkah kaki pelan dan wajah masih murung, Muatika pun menunjukkan tempat tidur Robot sebelum ia masuk LP.
Kamar berukuran sekitar 3×4 meter itu terlihat berdebu. Di sudut-sudut dinding kamar terlihat sarang laba-laba.
Di sisi utara kamar terpajang foto ayah Robot yang sudah meninggal sejak tahun 2007 silam.
"Ayahnya sudah meninggal sejak 2007. Ibunya cerai dulu. Dia punya dua ibu. Yang satu katanya sekarang di Negara, satunya lagi saya nggak tahu dimana," tutur paman Robot, Made Suwenta, yang tinggal di sebelah barat rumah Robot.
Suwenta yang kemarin baru saja datang dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah bersama sejumlah kerabatnya menceritakan, sebetulnya niat para kerabat hendak membawa pulang jenazah Robot kemarin malam.
Akan tetapi karena pihak kepolisian belum mengizinkan, maka rencana pemulangan jenazah ditunda hingga tangggal 23 Desember.
"Sebenarnya sekarang mau kami bawa jenazahnya, tapi karena masih ada pemeriksaan dari polisi, jadi belum bisa. Dan karena tanggal 22 Desember ada upacara agama di sini, jadi baru tanggal 23 Desember kami bisa bawa pulang jenazahnya," jelas Suwenta.
Suwenta menuturkan, Robot memiliki tiga saudara. Satu saudara kandung, dan dua lainnya saudara perempuan tak sekandung.
Suwenta mengungkapkan, rumah tangga orangtua Robot kurang harmonis, sehingga berujung perceraian.
I Putu Sumariana alias Robot disebut-sebut pula sebagai mantan pegawai di Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, tepatnya pegawai honorer di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar.
Waktu itu, lantaran jarang datang ke kantor, Robot akhirnya dikeluarkan. Apalagi Robot juga mulai akrab dengan minuman keras.
"Kalau saja dia dulu tidak begitu, dia pasti masih bekerja di Dukcapil (Pemkot Denpasar). Dulu dia kerap telat datang ke tempat kerja, sehingga tidak diperpanjang sebagai pegawai," tutur paman Robot, Made Suwenta yang sudah menganggap Robot sebagai anak kandungnya.
Suwenta juga bercerita bahwa setamat SMK, Robot jarang pulang ke rumah dan kerap kali ditegurnya karena akrab dengan minuman keras.
Tentang kasus apa yang membuat Robot mendekam di penjara sejak 4 tahun silam, Suwenta enggan menceritakan secara detail.
"Iya memang dulu pernah terlibat kasus pembunuhan," kata Suwenta yang enggan merinci kisah kelam Robot sampai masuk LP.
Kepada Tribun Bali, Suwenta dan seluruh kerabat hanya bisa menerima takdir Tuhan atas kematian Robot.
Mereka berharap agar peristiwa-peristiwa seperti ini diambil hikmahnya agar kasus-kasus serupa tidak lagi terjadi di Pulau Dewata ini.
"Iya kita ambil hikmahnya saja sekarang. Semua memang takdir Yang di Atas, mau bagaimana lagi. Mari jadikan pelajaran saja," ucap Suwenta.