Mewahnya Gaya Hidup Mahasiswa Semarang, Affandi Pernah Habiskan Rp 10 Juta Sebulan
Affandi Santoso mengatakan, dalam satu bulan dirinya pernah menghabiskan uang Rp 10 juta untuk jalan-jalan, nongkrong, dan ke tempat hiburan malam.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup glamor, sebagian mahasiswa di Kota Semarang harus mengeluarkan uang yang besarnya jauh lebih besar dari biaya kuliah.
Seorang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Affandi Santoso mengatakan, dalam satu bulan dirinya pernah menghabiskan uang Rp 10 juta untuk jalan-jalan, nongkrong, dan beberapa kali ke tempat hiburan malam.
"Pernah sebulan habis Rp 10 juta, termasuk buat shopping," kata anak seorang pengusaha asal Yogyakarta itu kepada Tribun Jateng (Tribunnews.com Network), belum lama ini.
Pengeluaran bulanan Affandi tidak hanya untuk hiburan. Dia juga harus keluar uang untuk biaya indekos sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
"Belum ditambah untuk biaya makan sehari-hari," ujarnya saat ditemui di River View Cafe, Kota Semarang.
Kongko (bercakap-cakap yang tidak ada artinya, mengobrol) di tempat fancy memang menjadi eksistensi tersendiri bagi sebagian kalangan mahasiswa. Hal itu yang sempat dirasakan mahasiswi D3 Fisip Undip, Indah Rachmah pada awal-awal kuliah.
"Fancy itu nongkrong di cafe yang semi resto gitu. Yang tempatnya bagus tapi agak mahal kalau di Semarang macam Mary Anne's, Fish&co, Nonna Italian," katanya.
Bagi Indah dan teman-temannya, menghabiskan waktu di tempat berkelas itu menjadi kebanggaan tersendiri. Namun, diakuinya jika terlalu sering gaul di tempat seperti itu bisa membuatnya tekor.
Ia bercerita, harga satu minuman atau satu jenis makanan di tempat fancy minimal Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu. Jika nongkrong ramai-ramai, tagihan bisa mencapai Rp 1 juta lebih.
"Hanya untuk sekali nongkrong. Karena itu jadi kebutuhan tersier aja. Sekali-kali sajalah. Tapi untungnya kalau jalan lebih sering dibayarin," kata perempuan asal Jakarta itu, kemudian tertawa.
Selama dua tahun ini, Indah mengaku cukup dengan uang saku yang dikirimkan ayahnya. Tiap bulan, ia mendapat kiriman uang saku Rp 1,8 juta. Baginya, uang sebesar itu bisa untuk kehidupan sehari-hari. Uang saku itu di luar uang kos Rp 900 ribu per bulan dan kebutuhan kuliah seperti buku atau penugasan kampus lainnya.
Selain nongkrong, Indah juga pernah mengeluarkan uang hingga Rp 600 ribu untuk beli baju.
"Yah waktu awal-awal kuliah itu boros ku buat beli baju di webstore, he he he. Tapi biasanya aku ngumpulin duit dulu bulan sebelumnya," ujarnya.
Sekarang, Indah sudah mengaku insyaf. Tiap bulan, ia hanya menyisihkan uang buat refreshing sekitar Rp 200 ribu. Prinsipnya sekarang, lebih baik jadi orang pintar daripada orang gaul.
Biaya Perawatan
Mahasiswi Undip lainnya, Bunga Trinata (20) asal Bandung juga mengakui jika mengikuti gaya hidup sekarang, uang sakunya tidak akan cukup. Dengan uang saku Rp 500 ribu per bulan, Bunga memilih mencari penghasilan tambahan.
Selain mengejar beasiswa, ia juga bekerja sambilan di sebuah cafe. Dua hal itu diakuinya membantu keuangannya sebagai anak perantauan.
"Kalau untuk lifestyle sih aku biasanya perawatan muka. Lumayan juga habisnya, sampai Rp 500 ribu sekali perawatan," ucapnya.
Bunga mengatakan, nongkrong di kafe jadi kebutuhan mahasiswa saat ini. Ia juga mengaku sering nongkrong di kafe. Tapi, ia selalu memilih kafe yang ada wifi.
"Maksudnya selain nongkrong, sekalian bikin tugas," ucapnya. (tim)