Tujuh Penjaga Warung Jablai Pilih Bayar Rp 25 Ribu Daripada Dikurung Tiga Hari
Para perempuan muda yang oleh masyarakat disebut penjaga warung jablai itu mengaku berpenghasilan Rp 25 ribu per hari.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Banjarmasin Post Hanani
TRIBUNNNEWS.COM, BARABAI - Tujuh perempuan muda, Rabu (27/1) dihadapkan ke depan meja hijau.
Ketujuh penjaga warung itu oleh hakim divonis denda Rp 25 ribu, dalam sidang tindak pidana ringan, di Pengadilan Negeri (PN) Barabai, Kabupaten HST.
Mereka diajukan ke persidangan karena terjaring operasi penyakit masyarakat (pekat) yang digelar Polres HST dan Satpol PP.
Mereka ternyata tak satupun memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
“Kami tak punya KTP Pak, masih dalam proses,” ucap Ratih, salah satu penjaga warung saat ditanya hakim tunggal, Horas Elcairo Purba.
Para perempuan penjaga warung yang disidangkan di PN Barabai, karena tak bisa menunjukkan KTP, saat Polres HST dan Satpol PP HST melaksanakan operasi penyakit masyarakat, Rabu (27/1), pukul 01.30 sampai pukul 03.00 Wita.
Para perempuan muda yang oleh masyarakat disebut penjaga warung jablai itu mengaku berpenghasilan Rp 25 ribu per hari.
Penuntut dalam hal ini Polres HST diwakili Brigadir Riki menginginkan denda sesuai Perda HST maksimal Rp 50 Ribu.
Namun, dalam sidang singkat dan cepat itu hakim menjatuhkan vonis denda Rp 25 ribu atau mengganti kurungan selama tiga hari.
Para perempuan itu serempak menyatakan memilih membayar denda.
Sementara tiga lelaki muda yang juga disidang karena berkeliaran di Terminal Keramat, mengaku tak punya uang.
Sebelumnya, ada 10 orang perempuan diamankan pada operasi pekat rutin di Desa Haur Gading, Kacamatan Batangalai Utara, Hulu Sungai Tengah pada Rabu (27/1), pukul 01.30 Wita. Tiga orang dibebaskan karena masih tergolong anak di bawah umur.
Menurut Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat, AKP CH Pramono, warung Jablai banyak dimanfaatkan para pemuda untuk mabuk-mabukan minuman oplosan dan obat daftar G seperti zenit.
Musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) terdiri Kapolsek, Camat, Danramil serta masyarakat membuat perjanjian agar warung jablai hanya boleh beroperasi sampai pukul 01.00 Wita.
“Karena tak ditaati, kami tertibkan. Kebetulan tadi malam setelah didata, tak satupun yang punya KTP. Kebanyakan mereka berasal dari luar daerah,” kata Pramono.